enchance-me
Review Jurnal Komunikasi “Developing a Culturally-Relevant Public Relations Theory for Indonesia”
Tuesday, April 11, 2017 | 5:34 PM | 0 comments
Review Jurnal Komunikasi 
“Developing a Culturally-Relevant Public Relations Theory for Indonesia”
Penulis : Rachmat Kriyantono & Bernard McKenna

Tulisan ini berisi hasil review saya terhadap jurnal “Developing a Culturally-Relevant Public Relations Theory for Indonesia” yang ditulis oleh Rachmat Kriyantono & Bernard McKenna. Tujuan review ini adalah untuk mengetahui studi public relations dan prakteknya melalui perspektif Indonesia, merangsang perkembangan teori public relations dengan mengadopsi kearifan lokal Indonesia, sebagai kolaborasi teoritis Indonesia-Barat, dan refleksi kritis pada teori Barat.

A. Public Relations sebagai Disiplin Ilmiah Baru
Dalam jurnal dikatakan bahwa keberadaan Public Relations adalah setua peradaban manusia karena kebutuhan individu untuk membujuk orang lain (Kriyantono, 2014; Newsom, Scott, & Turki, 1993). PR juga merupakan aktivitas yang terjadi di mana-mana (obiquitos activity) (Horsley, 2009), karena “prinsip bisnis public relations telah dikenal, dipelajari, dan dipraktikkan selama berabad-abad.” (Leahigh, 1993, hal. 24). Menurut Edward Bernays dan Edward Robinson, public relations merupakan ilmu sosial dan terapan karena mengintegrasikan unsur-unsur teoritis dan praktis.
Dari pendapat-pendapat diatas, saya menilai bahwa public relations sebagai disiplin ilmu lebih berfokus pada practical. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ardianto dan Skerlep bahwa studi akademis public relations sering lebih berfokus pada kegiatan-kegiatan praktis yang dikenal dengan PR sebagai praktek atau sebagai alat (Ardianto, 2004; Skerlep, 2001).
Public Relations berkembang menjadi disiplin komunikasi terapan selama 25 tahun terakhir, yaitu praktek komunikasi perusahaan dan secara teoritis dan research based area (Botan & Hazleton, 2009; Ihlen & Ruler, 2007, 2009). Dalam jurnal ini dikatakan bahwa public relations telah meminjam atau mengadaptasi banyak teori-teori dari disiplin lain.  Oleh karena itu, public relations sebagai disiplin ilmu belum dikatakan sebagai ilmu yang matang. Kebutuhan Public Relations untuk menjadi ilmu bukan hanya sebuah profesi, mulai sejak pertengahan tahun 1970-an (Sisco et al., 2011).

B. Dominasi Public Relations dalam Perspektif Barat
Saya menemukan hasil penelitian dalam jurnal tersebut, yang pertama adalah Penelitian Dissanayake (1988) di negara-negara Asia Tenggara yang mengungkapkan bahwa 71 persen dari bahan yang digunakan dalam kursus pengajaran teori komunikasi berasal dari Amerika. Dalam studi lain di Asia Selatan, Dissanayake menemukan persentase yang lebih tinggi, yaitu 78 persen. Selain itu, tidak ada ilmuwan Asia berada di daftar ketika Rogers (1997) menulis sejarah studi komunikasi: semua berasal dari Amerika Serikat dan Eropa.
Dari pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa saat ini pengajaran teori komunikasi berfokus pada perspektif barat dan telah didominasi oleh Barat. Oleh karena itu ilmuwan Asia harus mulai menulis karya ilmiah mengenai fenomena komunikasi. Bahkan dalam Buku “Teori Public Relations Perspektif Barat dan Lokal” yang ditulis oleh Rachmat Kriyantono, dikatakan bahwa dari 27 teori public relations yang berasal dan teori-teori yang dipinjam, tidak ada satupun dari teori-teori tersebut yang berasal dari perspektif Timur atau Indonesia (Kriyantono, 2014).
Beberapa negara Asia telah menciptakan teori-teori komunikasi dari perspektif mereka sendiri, seperti Teori Komunikasi Cina, Teori Komunikasi India, Teori Harmony Chinese, Teori Komunikasi Konghucu, Teori Kuuki Jepang, dan Teori Komunikasi Tao. Akan tetapi tidak ada teori tunggal yang muncul dari perspektif Indonesia. Selain itu, para ilmuwan Barat telah menemukan kesulitan dalam memperoleh karya ilmiah Indonesia tentang fenomena komunikasi dalam konteks Indonesia  termasuk public relations. Tidak banyak ilmuwan Indonesia mengeksplorasi kearifan lokal sebagai dasar untuk membangun teori-teori komunikasi yang relevan dengan konteks Indonesia (Raharjo, 2013).
Saya menilai bahwa di Indonesia masih belum banyak ilmuwan yang menulis karya ilmiah atau mengungkapkan kearifan local dikarenakan banyak peneliti yang memiliki pola berpikir kearah Barat. Hal ini juga sesuai dengan yang disampaikan dalam jurnal yaitu dominasi perspektif Barat telah disebabkan oleh lima faktor, salah satunya adalah keterlambatan pendidikan pribumi Indonesia karena penjajahan selama berabad-abad (sekitar 350 tahun) telah memberikan pengaruh kolonisasi yang mendalam. Kolonisasi ini telah mempengaruhi pola berpikir dengan memberlakukan penelitian dengan lensa Barat (Achmad, 2012). Yusoff dan Hanafiah (2015) juga menyatakan bahwa perspektif Barat telah mempengaruhi perspektif lokal melalui pendidikan, hiburan, dan teknologi komunikasi.

C. Kearifan Lokal
Sebelum membicarakan mengenai kearifan local dalam kegiatan public relations, kita harus mengetahui pengertian kearifan local itu sendiri. Dalam jurnal diungkapkan bahwa kearifan lokal adalah pengalaman lokal dan ide-ide dari kebijaksanaan dan kebaikan nilai-nilai yang terinternalisasi di antara generasi dalam suatu masyarakat tertentu (Radmilla, 2011). Nilai-nilai tersebut tertanam sebagai moral yang dipatuhi oleh masyarakat sebagai dasar harmoni. Kearifan lokal dikembangkan dari kesadaran komunal yang muncul dari interaksi sosial yang diakumulasi dan mengkristal menjadi doktrin moralitas (kode etik).
Dalam kegiatan public relations, kearifan lokal harus menjadi dasar untuk mengembangkan kegiatan tanggung jawab sosial (corporate social responsibility) dan pemasaran sosial perusahaan, kegiatan yang melakukan hal-hal yang baik dan bermakna bagi masyarakat.
Dalam jurnal, terdapat lima tema yang muncul dari kearifan local di Indonesia, sebagai berikut:
a. Musyawarah mufakat sebagai penentuan keputusan di Indonesia  
Public relations memfasilitasi penyebaran informasi kepada masyarakat secara langsung dan berbicara kepada manajemen tentang kebutuhan masyarakat. Fungsi komunikasi sebagai negosiasi dan kompromi alat untuk menciptakan solusi yang saling memuaskan. Model tersebut sesuai dengan perspektif Indonesia yaitu musyawarah mufakat/rembugan, pengambilan keputusan dengan dialog.
Menurut Pancasila, lima filosofi dasar prinsip dimasukkan ke dalam konstitusi Indonesia, musyawarah mufakat, adalah strategi utama untuk membuat keputusan daripada voting. Ini adalah kebalikan dari kekuasaan mayoritas yang terjadi di sebagian besar negara perspektif Barat di mana bentuk proses demokrasi lebih mewakili berbagai pendapat. Saya menilai bahwa musyawarah mufakat menjadi suatu kearifan local yang harus dibahas dalam penelitian public relations perspektif Timur karena sesuai dengan kegiatan public relations.
b. Menjaga hubungan timbal balik yang didasarkan pada harmoni dalam sistem
Sebagai bagian dari sistem sosial, proses public relations harus mengarahkan organisasi untuk mencapai harmoni dalam sistem di mana ia beroperasi. harmoni ini dikenal sebagai runtut raut sauyunan, yaitu hidup rukun dan damai bersama-sama.
Sebuah strategi komunikasi yang berhubungan dengan masyarakat dari perspektif Indonesia bisa dilakukan dengan menerapkan pepatah dari silih asah, silih asih, silih asuh (mengajar, cinta, dan menjaga satu sama lain). Hasil asah silih dalam memberikan informasi secara teratur melalui dua saluran timbal balik. Informasi ini terdiri dari setiap upaya untuk mendidik dan memotivasi masyarakat untuk mendukung organisasi. Namun, sebelum menyebarkan informasi, PR harus mengeksplorasi kebutuhan masyarakat dengan melakukan penelitian. Itu sebabnya, silih asah merangsang hubungan masyarakat untuk melakukan kegiatan berdasarkan rasional-ilmiah: penelitian dan dialog sehingga PR “berdasarkan fakta” ​​(Newsom et al., 1993).
c. Perspektif Indonesia mengenai Deklarasi Prinsip (Tell the truth)
Mengatakan sesuatu berdasarkan prinsip kebenaran adalah dasar dalam praktik public relations untuk membangun kepercayaan (J. E. Grunig & Hunt, 1984; Lattimore et al, 2007.). Perspektif Indonesia mengatakan ajining diri dumunung ana ing lathi dan basa iku busananing bangsa, yaitu kehormatan pribadi adalah pada kata-kata seseorang. Dengan memberikan terbuka, informasi yang benar, sebuah organisasi akan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan informasi dan untuk mendapatkan kepercayaan publik yang akan merangsang dukungan publik dan kerjasama. Saya menilai bahwa hal ini harus ditanamkan oleh setiap praktisi public relations, bahwa informasi yang jelas dan benar akan mampu menarik kepercayaan public.
d. Blusukan sebagai alat fasilitator komunikasi
Blusukan mirip dengan konsep Barat “managing by walking around” karena fungsi mereka adalah  gethok tular; Namun perspektif Indonesia lebih berfokus pada aspek emosional, seperti sambung roso, untuk membangun hubungan. Dengan melakukan blusukan, public relations mampu menghasilkan gethok tular (komunikasi word of mouth) secara langsung untuk menyebarkan informasi dari manajemen untuk meminimalkan kesalahan persepsi. Secara internal, public relations ditempatkan untuk menghentikan rumor yang tidak akurat yang menyebar dengan cepat dari mulut ke mulut dalam sebuah organisasi.
Saya menilai bahwa pernyataan tersebut sesuai dengan keadaan praktik saat ini bahwa rumor yang terjadi dalam organisasi mampu menyebar secara cepat dari mulut ke mulut secara langsung ataupun media sosial. Oleh karena itu, diperlukan public relations untuk memonitor lingkungan dan membangun hubungan dengan publik.

D. Perspektif Lokal Terhadap Dua Preposisi Dasar
Dalam jurnal dikatakan bahwa Public Relations memiliki dua proposisi: (1) Public relations sebagai fungsi manajemen; (2) PR bertanggung jawab untuk mengelola hubungan antara organisasi dan publik.
Indonesia memiliki karakteristik Asia yang menekankan tanggung jawab timbal balik antara individu dan masyarakat, selaras dengan lingkungan, dan dengan asumsi bahwa dunia adalah saling berhubungan dan saling tergantung secara keseluruhan. Selama berabad-abad, banyak dari kearifan lokal Indonesia telah didasarkan pada pentingnya adaptasi dan penyesuaian, seperti jip kang sui suan, jip koi sui nyak, (Jika Anda memasukkan sungai untuk berenang atau pengiriman, Anda harus mengikuti kurva, memasuki desa mengikuti adat istiadat; sai bumi Ruwa jurai (satu bumi untuk dua komunitas yang berbeda); teposliro (perasaan empati); dima nagari diunyi, disitu Dipakai adat (di mana pun Anda tinggal, Anda harus mengikuti adat istiadat)
Oleh karena itu, dalam kearifan local Indonesia berarti bahwa individu harus menghormati budaya lokal tanpa kehilangan budaya sendiri, agar berhasil beradaptasi dan menyesuaikan dengan lingkungan. Organisasi harus mengembangkan teposliro (sikap merasakan perasaan publik). Prinsip teposliro diwakili dalam rumongso pepatah ojo biso, kudu biso rumongso (Jangan merasa bahwa Anda bisa, tetapi Anda harus dapat merasakan). Saya menilai bahwa prinsip ini harus ditanamkan pada praktisi public relations bahwasanya public relations harus dapat merasakan apa yang dirasakan oleh publik, memiliki kepedulian terhadap publik termasuk juga lingkungan sekitar tempat perusahaan itu berada.

E. Penutup
Secara umum, tulisan Kriyantono dan McKenna telah memberikan pengetahuan baru tentang   kearifan local di Indonesia dan kaitannya terhadap Public Relations dalam perspektif Timur. Artikel ini memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan teori public relations dari perspektif Timur, khususnya Indonesia. Dapat dibuktikan bahwa public relations dalam konteks Indonesia dapat dilakukan sesuai dengan kearifan lokal.
Agar lebih bisa memberikan deskripsi yang lebih mendalam, saya merekomendasikan Buku berjudul “Teori Public Relations Perspektif Barat & Lokal” yang ditulis oleh Rachmat Kriyantono.

Daftar Pustaka
Kriyantono, R. & McKenna B. (2017). Developing a Culturally-Relevant Public Relations Theory for Indonesia. Malaysian Journal of Communication, 33(1): 1-16

Kriyantono, R. (2014). Teori public relations, perspektif barat dan lokal . Jakarta: Prenadamedia
Resume Theories of Public Relations & Jurnal Komunikasi “Developing a Culturally-Relevant Public Relations Theory for Indonesia”
Monday, April 10, 2017 | 4:44 PM | 0 comments
Theories of Public Relations

Teori Sistem 
Teori Sistem diadopsi dari biologi yang digagas oleh Ludwig van Bertanaffy pada 1940-1950an. Beliau mengatakan pentingnya salingketerhubungan antara semua elemen tubuh. Setiap manusia atau sistem sosial seperti organisme fisik, living organism, ekonomi, efek media pada khalayak, dan sistem matemarika dikelilingi oleh batas-batas yang cair, yang memungkinkan saling perngaruh dan tidak hidup secara terisolasi (Hearg, 2005;Krippendorf, 2008). Dari biologi teori sistem berkembang menjadi teori interdisipliner dan diadopsi beberapa pakar bidang ilmu yang berbeda.Teori sistem adalah sebuah dasar kehidupan manusia yang saling berhubungan, bagaimana sistem dalam suatu relasi itu bersifat dinamis dengan system lainnya (Kriyantono, 2014, h.77).  Teori ini juga mengajarkan pentingnya menjalin hubungan sosial yang baik dalam suatu organisasi terhadap publiknya dan saling mempengaruhi. Praktisi Public Relations dapat menjadikan teori ini sebagai dasar menjalin hubungan dengan publiknya. Hal tersebut dikarenakan public relations memiliki kemampuan mempengaruhi berfungsinya keseluruhan sistem organisasi (Laborde, 2005)
Adapun sebagai sistem, organisasi memiliki karakteristik yaitu:
a. Keseluruhan dan saling bergantungan (Wholeness and Interdependence) 
Organisasi adalah satu kesatuan yang saling berhubungan dan ketergantungan. Jika salah satu sistem tidak berfungsi dengan baik maka sistem-sistem yang lain akan terganggu. 
b. Hierarki (Hierarchy)
Suatu Sistem terdiri suatu sistem yang lebih besar (sub sub sistem dan suprasistem). Dalam organisasi yaitu sistem yang terdiri dari beberapa subsistem  seperti: departemen public relations, marketing, keuangan, human resources. Masing masing departemen terdiri dari  suprasistem seperti department public relations adalah supra dari eksternal relations, dan internal relations. c.Peraturan sendiri dan control  (Self regulation and control) 
Aktivitas sistem diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu (sistem mengatur perilakunya dalam mencapai tujuan tersebut.) wujudnya berupa peraturan  berupa SOP (standars operational procedures). Seperti contoh, departemen public relations mempunyai aturan mengenai membuat press release, membuat konferensi pers.  
d. Pertukaran dengan lingkungan (Interchange with the environment) 
sistem berinteraksi dengan lingkungan nya atau saling mempengaruhi satu sama lain. Adanya input dan output dari hasil interaksi komunikasi. 
e.Keseimbangan (balance) 
keseimbangan akan dapat dicapai jika suatu system berfungsi dengan baik. Sistem yang berfungsi dengan baik disebut homeostatis atau ekuilibrum. Kondisi ekuilibrium bagi organisasi berart isetiap susbsistem (departemen dan staf) melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik untuk mendukung eksistensi organisasi secara keseluruhan. 
f. Perubahan dan kemampuan adaptasi (change and adaptability) 
untuk mencapai keseimbangan, system harus memiliki kemampuan   dalam menyesuakian sistem terhadap lingkungan. Seperti contoh, mampu menyesuaikan diri dengan perubahan perilaku konsumen, perubahan daya kritis konsumen.

g. Sama tujuan (Equifinality) 
sistem memiliki tujuan yang sama dalam mewujudkan bentuk visi misi yang mengarahkan perilaku setiap anggota sistem. (Kriyantono, 2014)

            Berdasarkan teori sistem ini, aktivitas public relations melekat pada semua elemen sistem. Bagaikan tubuh manusia, jika tangan sakit maka bagian tubuh lainnya ikut merasakan. Jika karyawan berulah negative maka manajemen akan terkena imbasnya (Kriyantono,2012a:10)
Boundary Spanning
            Boundary spanning merupakan istilah fungsi public relations sebagai penghubung antara organisasi dengan lingkungannya. Public relations berinteraksi dengan lingkungannya untuk monitoring, seleksi, dan menghimpun informasi. Kemudian informasi tersebut disampaikan kepada kelompok dominan dalam organisasi. Fungsi “boundary spanning” dapat dikatakan sebagai aktifitas “gate keeper”.

Aktivitas pelaksanaan boundary spanning yang dilakukan oleh praktisi public relations antara lain:
1. Menjelaskan informasi tentang organisasinya kepada publik (lingkungannya). Praktisi public relations harus menginterpretasi filosofi, kebijakan, program, dan apa yang dipikirkan manajemen agar dapat dimengerti oleh publiknya. Informasi ini merupakan input bagi publik. Selanjutnya, praktisi public relations menyeleksi, menerima, dan menyampaikan informasi dari publik kepada organisasi. Ini adalah umpan balik dan merupakan input bagi organisasi.
2. Memonitor lingkungan sehingga mengetahui apa yang terjadi dan menginterpretasi isu-isu yang potensial memengaruhi aktivitas organisasi dan membantu manajemen merespons isu-isu tersebut melalui aktivitas isu manajemen. Di sini praktisi public relations bertindak sebagai mitra manajemen untuk mengidentifikasi dan memecahkan permasalahan yang mungkin muncul.
3. Membangun sistem komunikasi dua arah dengan publiknya agar organisasi dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Praktisi public relations merupakan seorang fasilitator komunikasi.
Relationship Management Theory. 
Teori Relationship Management merupakan teori penting dari public relations, karena terkait dengan fungsi dasar public relations, yaitu aktivitas komunikasi yang menguhubungkan organisasi dan public. Teori ini focus membahas proses memanajemen relasi antara organisasi dan publiknya, internal maupun eksternal, karenanya teori ini juga dikenal sebagai pusat atau inti public relations. Teori ini juga dikenal sebagai teori organization-public relationship (OPR), karena dalam praktik public relations , komunikasi ditunjukan untuk menjaga keuntungan yang bisa dirasajab para peserta komuunikasi, organisasi, dan public, yaitu ada suatu keseimbangan kepentingan antara keduanya.
Dalam tulisan Ledingham (2006) dan Waters (2008), dapat disampaikan beberapa metode pengukuran. Metode yang paling banyak digunakan yaitu metode  yang ditawarkan How&Grunig berisi empat dimensi yaitu : kepercayaan (trust), komitmen, kepuasan (satisfaction), dan control kesamaan (control mutuality).
Teori Matematika Komunikasi, Uncertainty Reduction Theory
            Claude Shannon dan Warren Weaver membuat model yang dipublikasikan melalui buku The Mathematical Theory of Communication pada 1949. Teori ini mengambarkan proses komunikasi antarmanusia sebagai proses transmisi yang linier antara komunikator kepada komunikan.  Dalam model ini, Shannon-Weaver mengenalkan beberapa konsep yang saling berkaitan, yaitu konsep gangguan (noise), transmiter, sumber (source), signal, receiver, destination, entropi, dan informasi.
            Model Shannon dan Weaver mengasumsikan bahwa sumber informasi menghasilkan suatu pesan untuk dikomunikasikan dari separangkat pesan yang dimungkinkan. Pesan itu bisa dalam bentuk kata lisan atau tulisan, musik, gambar, dan lain sebagainya. Pemancar (transmitter) mengubah pesan menjadi suatu sinyal yang sesuai dengan saluran yang digunakan. Saluran (Channel) adalah medium yang mengirimkan sinyal (tanda) dari transmitter ke penerima (receiver). Dalam percakapan, sumber informasi adalah otak, transmitter-nya adalah mekanisme suara yang menghasilkan sinyal (kata-kata yang terucap), yang ditransmisikan lewat udara (sebagai saluran). Penerima (receiver), yakni mekanisme pendengaran, melakukan operasi yang sebaliknya yang dilakukan transmiter dengan merekonstruksi pesan dari sinyal. Sasaran (distination) adalah (otak) orang menjadi tujuan pesan itu. (Mulyana,2003). Konsep lain yang merupakan yang merupakan andil Shannon dan Weaver adalah entropi (entrophy) dan redundansi (redundancy) serta keseimbangan yang diperulukan di antara keduanya untuk menghasilkan komunikasi yang efisien dan pada saat yang sama mengatasi ganguan dalam saluran.
Uncertainty Reduction Theory
Teori pengurangan ketidakpastian diciptakan oleh Charles Berger dan Richard Calabrese pada tahun 1975. Teori ini menjelaskan bagaimana cara manusia mengumpulkan informasi untuk mengurangi ketidakpastian yang dialami. Ketidakpastian diartikan sebagai ketidakmampuan individu untuk memprediksi atau menjelaskan perilakunya dan perilaku orang lain (Kriyantono, 2014). Tujuan komunikasi yaitu untuk mengurangi ketidakpastian, karena itu kita berusaha mengurangi ketidakpastian dengan cara mencari informasi. Komunikasi dapat dipahami sebagai alat untuk mengurangi ketidakpastian. Fungsi komunikasi dalam hal ini adalah untuk mendapatkan informasi, dan untuk membuat prediksi atau penjelasan tentang makna perilaku lawan bicara.
Tugas pokok public relations yaitu menciptakan citra positif dan mendukung reputasi positif organisasi di mata publiknya. Citra positif dapat terbentuk apabila public mempunyai persepsi yang positif terhadap organisasi. Persepsi ini harus lengkap sehingga tidak menimbulkan salah persepsi. Publik harus dalam kondisi kecukupan informasi agar tidak ada kesenjangan informasi antara organisasi dengan publiknya.
Berdasarkan teori uncertainty reduction, Heath (2005) menyarankan praktisi public relations untuk meminimalkan ketidakpastian dengan strategi
a. Mengumumkan berbagai perubahan sedini mungkin bagi semua publik terlibat.
b. Memfasilitasi partisipasi staf dalam proses pengambilan keputusan untuk menyelesaikan suatu masalah.
c. Menjaga agar aliran informasi terjadwal dengan baik.
d. Apabila tidak dapat menyediakan informasi dengan baik, public relations harus dapat menjelaskan alasannya.
e. Menjelaskan segala kebijakan atau keputusan yang diambil manajemen, termasuk alasan keputusan tersebut.
f. Menjaga kepercayaan publik terhadap organisasi.

Teori excellence dan Contingency of Accomodation Theory
            Teori excellence diperkenalkan oleh James Grunig dan Hunt dalam buku Managing Public Ralations. Teori Excellence berangkat dari empat model PR (Press Agentry, public information, two way assymetrical,dan two way symmetric theory) dan teori situasional of the public dengan lebih menekankan pada aspek negosiasi dan kompromi.
Teori excellence menganggap public relations bukan lagi sekedar berperan sebagai alat persuasif atau sebagai teknisi komunikasi untuk menyebarluaskan komunikasi. Namun public relations dianggap sebagai ahli yang melaksanakan peran sebagai manajer yang menggunakan penelitian dan dialog untuk membangun hubungan yang sehat dengan publiknya.
Teori excellence mendapat kritik dari pakar yang menilai model normatif ini sulit ditemukan dalam praktik public relations. Pakar-pakar tersebut adalah Cameron, dkk. (2001), Cancel, dkk. (1997), Reber & Cameron (2003). Pengkritik tersebut menilai sulit bagi organisasi yang hanya berfokus menerapkan model two-way symmetric dan menawarkan teori baru yaitu contingency theory of accommodation in public relations (teori CA), yang berpendapat bahwa two-way symmetric dan win-win solution sulit diterapkan sebagai bentuk ideal. Karena dalam kenyataan factor aturan atau legal sering tidak memungkinkan public untuk menang. Sebaliknya, organsasi yang memosisikan dirinya pada suatu kontinum antara bersikap akomodasi dan bersikap advokasi saat berhadapan dengan publiknya.
Teori ini menunjukkan bahwa public relations berkontribusi dalam membangun hubungan yang baik dengan lingkungannya. Dan kualitas public relations dapat diukur dengan cara mengevaluasi kualitas hubungan antara organisasi dan publiknya yaitu serial terus-menerus yang secara perlahan membuat kedua pihak terintegrasikan sehingga sulit menentukan titik awal dan akhir hubungan. (Kriyantono, 2014, h. 105-110)
Agar dapat menghasilkan proses public relations yang excellence, teori ini memberikan 10 premis atau prinsip excellence atau factor excellence. Premis yang merupakan hasil dari penelitian terhadap 327 organisasi di tiga negara yang kemudian hasilnya dianalisis menggunakan teori komunikasi, public relations, manajemen, psikologi organisasi, sosiologi organisasi, psikologi social, psikologi kognisis, feminism, ilmu politik, pembuatan keputusan dan budaya (Grunig, dkk., 2008, dikutip di Kriyantono, 2014).
Contingency of Accomodation Theory merupakan pelengkap dari teori excellence. Teori CA ini secara umum menjelaskan tentang hubungan organisasi dan publiknya tidak dapat benar-benar mencapai posisi two-way symmetric seperti yang ditawarkan dalam teori excellence. Praktik public relations bergerak pada suatu kontinium antara advokasi bagi organisasi atau klien dan akomodasi total bagi publiknya (Cameron, dkk dalam Kriyantono, 2014, h.119) Win-win solution yang ditawarkan model two-way symmetric tidak selamanya menjadi tawaran yang ideal bagi organisasi. Hal ini dikarenakan, ada beberapa faktor yang membuat model symmetric sulit untuk diterapkan dalam praktiknya, misalnya beberapa hal yang berkaitan dengan aturan hukum, sehingga tidak memungkinkan seorang public relations untuk memberitahukan hal tersebut kepada publik (Kriyantono,2014, h.120). Akomodasi yaitu  penyesuaian diri terhadap lingkungan, mencakup kemampuan untuk berkolaborasi dengan pihak lain. Advokasi dapat diartikan sebagai upaya memberikan dukungan dan pembelaan terhadap kebijakan organisasi, jadi seorang PR layaknya penasihat hukum membela kliennya. Dikatakan kontingensi karena antara bersikap akomodasi dan advokasi, seorang PR di pengaruhi oleh faktor-faktor kemungkinan sehingga bersifat situasional. Seorang PR harus menyeimbangkan antara akomodasi dan advokasi, karena jika PR lebih fokus melakukan advokasi maka dapat dikatakan bahwa seorang PR telah melakukan proses memanipulasi publik (Kriyantono, 2014, h. 121). Public relations pada saat tertentu dapat menerapkan strategi secara bergantian, bersikap akomodatif atau advokatif tergantung variable internal dan eksternal yang mana yang dominan.

Situational Theory of The Publics
Penggagas teori ini adalah James E. Grunig yang mendeskripsikan sikap dan perilaku komunikasi dari public terhadap organisasi. pengagas teori ini menggunakan istilah publics dengan s (jamak) untuk merujuk kepada kelompok yang menjadi sasaran program public relations, antara lain jurnalis, karyawan, investor, konsumen, pemerintah atau komunitas lokal. Teori situasional membantu menjelaskan mengapa sekelompok orang aktif pada isu tertentu, yang lainnya aktif dalam banyak isu sementara yang lain bersikap apatis (Lattimore, 2010). Menurut ( Heath, 2005( dikutip di Kriyantono, 2014) bahwa teori STP bersifat situasional karena masalah atau isu datang dan pergi dan menimpa hanya pada orang-orang yang mengalami situasi problematik terkait aktivitas organisasi.
Public Relations dapat menggunakan teori ini untuk mengidentifikasi dan mengelompokkan publik berdasarkan persepsi, sikap, dan perilaku publik terhadap organisasi, baik terhadap programnya, produk, maupun ketika terjadi situasi krisis. Secara umum teori ini menyatakan bahwa publik memiliki pengetahuan (knowledge) atau kesadaran (awareness) , sikap, dan perilaku tertentu terhadap organisasi (Kriyantono, 2014, h.152). Sedangkan, Menurut Grunig (1979:741), teori situasional of the publics (STP) mempunyai beberapa asumsi dasar, yaitu 1.Persepsi seseorang pada suatu situasi akan menentukan kapan dia merespons, mengapa dia merespons, bagaimana cara dia merespons dan mengkomunikasikan situasi tersebut.
2. Individu yang berbeda diasumsikan mempunyai perilaku yang lebih konsisten
3. Setiap individu akan berusaha beradaptasi dengan suatu situasi dalam cara tertentu
4. Publik yang bersifat situasional tergantung pada situasi yang dihadapi. Untuk isu tertentu seseorang secara aktif mencari informasi tetapi untuk isu yang lain dia memilih pasif, hal ini tergantung pada seberapa besar isu mempengaruhi kepentingannya.
5. Karena bersifat situasional, masalah atau isu bersifat dinamis, maka publik pun bersifat dinamis.
Praktisi public relations dapat merencanakan strategi komunikasinya lebih akurat dan efektis jika mengetahui seberapa aktif publik dalam mencari informasi (Lattimore, dkk., 2007). Teori STP dapat dijadikan acuan bagi praktisi public relations untuk bersikap lebih etis dalam kampanyenya. Karena teori ini membagi publik ke dalam beberapa kategori, sehingga kampanye public relations diharapkan dapat memengaruhi mereka menjadi aktif.

Teori strukturasi
Teori Strukturasi digagas oleh Anthony Giddens pada 1984 (Falkheimer, 2007) dan dibangun berdasarkan teori interaksi sosial. Giddens membangun teori ini berdasarkan pandangannya bahwa individu mempunyai kemampuan mengubah struktur sosial. Menurut giddens, individu bebas dalam memilih perilaku komunikasinya sehingga memengaruhi terciptanya struktur tertentu. Komunikasi dalam suatu sistem sosial merupakan hasil produksi perilaku komunikasi individu dan struktur sosial perilaku sosial. Komunikasi dalam suatu sistem sosial juga terbentuk dari hasil perpaduan perilaku komunikasi individu dan struktur sosial. Perilaku sosial termasuk perilaku komunikasi sosial, terbangun dari hasil strukturasi, yaitu proses memproduks dan mereproduksi struktur yang dilakukan melalui interaksi sosial.
Adapun funsgsi struktur bagi suatu organisasi (Daiton & Zelley, 2015 : 182 dalam Kriyantono, 2014 : 236):
Struktur menyediakan berbagai sarana koordinasi dan kontrol.
Struktur membantu anggota organisasi mendefinisikan identitas mereka di dalam organisasi.
Struktur menyediakan sarana untuk memonitor prestasi kerja.
Struktur membantu organisasi berhubungan dengan lingkungannya.

Teori strukturasi berpendapat bahwa melalui proses strukturasi, indidividu bebas dalam memilih perilaku komunikasinya (agency)  sehingga tercipta struktur tertentu. Giddens menyebut sebagai struktur baru. Tetapi struktur ini sangat dipengaruhi pengalaman perilaku atau harapan-harapan sebelumnya. Tetapi di sisi lain, setelah direproduksi menjadi lebih formal, struktur itu aka menjadi pemandu perilaku individu. Sebagai panduan, pada dasarnya juga berfungsi membatasi perilaku individu. Kondisi ini disebut  a double-edged sword. Struktur diciptakan oleh dan mengikat perilaku invidu. Situasi ini disebut sebagai dualitas struktur (duality of structure). Artinya, struktur mengandung dua sisi yang kontradiktif ( Kriyantono, 2014 : 239).
Menurut teori strukturasi, organisasi, struktur dan agency hidup dalam konteks ruang dan waktu. Ruang dan waktu merupakan kondisi dasar bagi sistem sosial dan perilaku sosial. Struktur organisasi diproduksi, direproduksi, atau ditransformasi melalui proses repetisi oleh perilaku individu dalam interaksi sosialnya. Kesimpulannya, struktur organisasi dibuat oleh anggota organisasi dan ditempatkan serta diubah sesuai konteks ruang dan waktu. “Struktur organisasi adalah media bagi agency  sekaligus hasil dari interaksi agency” (Falkheimer, 2007 : 288 dalam Kriyanton, 2014 : 240). Peran praktisi public relations yaitu menjadi mediator menghubungkan antara struktur di satu sisi dan agency di sisi lainnya, sehingga dualitas struktur bisa berjalan harmoni.
Berdasarkan teori ini, proses public relations sebagai suatu proses komunkasi yang dinamis dimaknai bukan hanya dilakukan oleh praktisi public relations, melainkan oleh semua anggota organisasi. Sehingga, proses public relations dipandang sebagai proses yang mendukung semua level di dalam organisasi bukan fungsi top manajemen yang terisolasi. Tujuannya alah untuk memberikan peluang anggota organisasi mengkonstruksi realitas sosial sehingga menciptakan pengertian bersama.  Peran praktisi public relations yaitu mengkomodasi dan mengarahkan proses strukturasi agar tidak melenceng dari tujuan organisasi. Teori strukturasi memandang praktisi public relations sebagai kekuatan komunikasi yang melayani terjadinya reproduksi dan/atau transformasi suatu ideology dominan dari suatu organisasi.






Resume Jurnal Komunikasi
“Developing a Culturally-Relevant Public Relations Theory for Indonesia”
Rachmat Kriyantono & Bernard McKenna
Sumber : http://ejournal.ukm.my/mjc/article/view/17165

Artikel “Developing a Culturally-Relevant Public Relations Theory for Indonesia” memandang studi public relations dan prakteknya melalui perspektif Indonesia. Sebagai terapan Ilmu Komunikasi, public relations telah didominasi oleh perspektif Barat. Tujuan dari artikel ini adalah untuk merangsang perkembangan teori public relations dengan mengadopsi kearifan lokal Indonesia, kolaborasi teoritis Indonesia-Barat, dan refleksi kritis pada teori Barat. Para penulis telah mengeksplor beberapa pepatah/peribahasa Indonesia yang mewakili kearifan lokal Indonesia untuk mencari persamaan dan perbedaan antara perspektif Barat dan Indonesia. Para penulis menyajikan perspektif Indonesia secara normatif sebagai dasar untuk membangun teori public relations di masa depan dalam konteks Indonesia. Budaya, tradisi, dan norma-norma moral suatu negara dapat dipertahankan meskipun negara tersebut dapat mengalami transformasi cepat menuju perekonomian dan gaya hidup Barat.
Public Relations Adalah Disiplin Ilmiah Baru dalam Bidang Komunikasi
Keberadaan Public Relations adalah setua peradaban manusia karena kebutuhan individu untuk membujuk orang lain (Kriyantono, 2014; Newsom, Scott, & Turki, 1993). PR juga merupakan aktivitas yang terjadi di mana-mana (obiquitos activity) (Horsley, 2009), karena “prinsip bisnis public relations telah dikenal, dipelajari, dan dipraktikkan selama berabad-abad.” (Leahigh, 1993, hal. 24). Studi akademis public relations sering lebih berfokus pada kegiatan-kegiatan praktis yang dikenal dengan PR sebagai praktek atau sebagai alat (Ardianto, 2004; Skerlep, 2001). Menurut Edward Bernays dan Edward Robinson, public relations merupakan ilmu sosial dan terapan karena mengintegrasikan unsur-unsur teoritis dan praktis.
Meskipun demikian, Public Relations berkembang menjadi disiplin komunikasi terapan selama 25 tahun terakhir, yaitu praktek komunikasi perusahaan dan secara teoritis dan research based area (Botan & Hazleton, 2009; Ihlen & Ruler, 2007, 2009). Hal tersebut dikarenakan bidang public relations telah meminjam atau mengadaptasi banyak teori-teori dari disiplin lain, juga didefinisikan sebagai manajemen hubungan dan manajemen komunikasi. PR tidak bisa matang kecuali membangun teori asli dari konsep-konsep yang dipinjam (J. E. Grunig, 1989). pengembangan teori ini akan datang dari akademisi dan praktisi (Johansson, 2007; Wehmeier, 2009). Beberapa literatur, seperti Botan & Hazleton (1989); Greenwood (2010); Grunig & Hunt (1984); Grunig (1989); Hallahan (1999); Ihlen & van Ruler (2007, 2009); dan Sisco, Collin, & Zoch (2011), menyatakan bahwa public relations adalah ilmu sosial multi-disiplin.
Kebutuhan Public Relations untuk menjadi ilmu bukan hanya sebuah profesi, mulai sejak pertengahan tahun 1970-an (Sisco et al., 2011). Hal ini terbukti dari artikel yang muncul pada Review Public Relations pada tahun 1975 mengenai penelitian dan temuan, bukan hanya artikel tentang profesi. Bukti lebih lanjut bahwa PR sebagai ilmu dapat ditemukan dari studi Sallot, Lyon, Acosta-Alzura, & Jones (2003), yang menemukan bahwa artikel tentang public relations dalam Public Relations Review, Penelitian Tahunan Public Relations dan Penelitian Journal of Public Relations tidak hanya tentang 'praktik atau aplikasi' tetapi juga 'introspectively' mempertimbangkan fungsi public relations dan tema pendidikan dan 'pengembangan teori'. Jumlah  dari artikel mengenai “pengembangan teori” juga telah meningkat dua kali lipat dalam edisi 2001-2003 dibandingkan dengan edisi 1984-2000.
Dominasi Perspektif Barat
Perkembangan pengetahuan public relations berat sebelah karena fokus bangunan teori telah terbatas terutama ke Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa Barat.” ( Sriramesh & Vercic, 2003a,: xxv). Penelitian Dissanayake (1988) di negara-negara Asia Tenggara mengungkapkan bahwa 71 persen dari bahan yang digunakan dalam kursus pengajaran teori komunikasi berasal dari Amerika. Dalam studi lain di Asia Selatan, Dissanayake (1988) menemukan persentase yang lebih tinggi, yaitu 78 persen. Selain itu, tidak ada ilmuwan Asia berada di daftar ketika Rogers (1997) menulis sejarah studi komunikasi: semua berasal dari Amerika Serikat dan Eropa.
Gagasan bahwa kita juga perlu mempelajari komunikasi dari perspektif Timur (Asia) muncul baru-baru ini (Dissayanake, 1988; Gunaratne, 2009; Kriyantono, 2014; Littlejohn & Foss, 2008; Raharjo, 2013) . Di antara 27 teori public relations berasal dan teori-teori yang dipinjam, tidak satupun dari mereka adalah perspektif Timur atau Indonesia (Kriyantono, 2014). Beberapa negara Asia telah menciptakan teori-teori komunikasi dari perspektif mereka sendiri, seperti Teori Komunikasi Cina, Teori Komunikasi India, Teori Harmony Chinese, Teori Komunikasi Konghucu, Teori Kuuki Jepang, dan Teori Komunikasi Tao. Akan tetapi tidak ada teori tunggal yang muncul dari perspektif Indonesia. Selain itu, para ilmuwan Barat telah menemukan kesulitan dalam memperoleh karya ilmiah Indonesia tentang fenomena komunikasi dalam konteks Indonesia  termasukpublic relations. Tidak banyak ilmuwan Indonesia mengeksplorasi kearifan lokal sebagai dasar untuk membangun teori-teori komunikasi yang relevan dengan konteks Indonesia (Raharjo, 2013).
Saat ini, Dunia Barat masih menjadi pusat studi public relations di Indonesia (Kriyantono, 2014; Raharjo, 2013). Dominasi perspektif Barat telah disebabkan oleh lima faktor. Pertama, keterlambatan pendidikan pribumi Indonesia karena penjajahan selama berabad-abad (sekitar 350 tahun) telah memberikan pengaruh kolonisasi yang mendalam. Kolonisasi ini telah mempengaruhi pola berpikir dengan memberlakukan penelitian dengan lensa Barat (Achmad, 2012). Kedua, sistem politik otoriter di bawah rezim Presiden Soekarno (1945-1966) dan rezim kedua Presiden Soeharto (1966-1998) yang menahan kebebasan berbicara. Meskipun era reformasi Mei 1998 memberi kebebasan berbicara untuk mengekspresikan opini yang beragam, ini adalah fenomena atau transisi yang relatif baru era demokrasi di Indonesia (Rasul, Rahim, & Salman, 2015). Ketiga, sangat sedikit studi publikasi internasional public relations dari perspektif Indonesia (Hobart, 2006; Kriyantono, 2014; Raharjo, 2013), dan, sebagai akibatnya, tidak ada dasar umum. Keempat, karena bahasa Inggris adalah bahasa yang dominan dari penelitian komunikasi, orientasi Anglophone telah mendominasi penelitian. Akhirnya, karena banyak sarjana Indonesia telah belajar di negara-negara Barat, seperti Australia, Amerika Serikat, Inggris, Perancis atau Jerman mereka telah terpengaruh perspektif Barat. Yusoff dan Hanafiah (2015) menyatakan bahwa perspektif Barat telah mempengaruhi perspektif lokal melalui pendidikan, hiburan, dan teknologi komunikasi.
Kearifan Lokal Adalah Empirik dan Pragmatis
Kearifan lokal adalah pengalaman lokal dan ide-ide dari kebijaksanaan dan kebaikan nilai-nilai yang terinternalisasi di antara generasi dalam suatu masyarakat tertentu (Radmilla, 2011). Nilai-nilai tersebut tertanam sebagai moral yang dipatuhi oleh masyarakat sebagai dasar harmoni. Kearifan lokal dikembangkan dari kesadaran komunal yang muncul dari interaksi sosial yang diakumulasi dan mengkristal menjadi doktrin moralitas (kode etik). Doktrin-doktrin ini biasanya disebarkan melalui berbagai saluran komunikasi tradisional, seperti legenda, dongeng, cerita rakyat, komunikasi word of mouth (Indonesia: gethok tular), drama tradisional, lagu, dan peribahasa. Kearifan lokal telah menjadi tradisi untuk membimbing kehidupan masyarakat karena  dibangun dari integrasi nilai-nilai dan budaya masyarakat, sistem kepercayaan teistik, dan aspek geografis (Kriyantono, 2014). Sistem kepercayaan diwakili oleh pepatah Iduik bajaso, mati bapusako (artinya: hidup untuk rendering layanan, mati untuk memiliki pusaka). Dalam kegiatan public relations, kearifan lokal ini harus menjadi dasar untuk mengembangkan kegiatan tanggung jawab sosial (corporate social responsibility) dan pemasaran sosial perusahaan, kegiatan yang melakukan hal-hal yang baik dan bermakna bagi masyarakat.
Kearifan lokal Indonesia adalah panduan untuk komunikasi dan interaksi dalam masyarakat Indonesia sebab hal tersebut dibangun dari sistem kepercayaan, nilai-nilai budaya dan geografi masyarakat setempat. Kearifan lokal adalah empiris dan panduan pragmatis untuk memecahkan masalah. Gagal untuk menggabungkan kearifan lokal masyarakat adat dan praktek nya dalam teori dan praktek public relations di Indonesia berarti bahwa teori dan praktek tersebut akan relatif tidak efektif karena tidak ketidakrelevanannya. Lebih buruk lagi, jika teori berdasarkan Dunia Barat dan prakteknya efektif, maka hasilnya akan menjadi erosi lebih lanjut dari budaya asli dan peningkatan hegemoni budaya Barat, praktek, sistem kepercayaan, dan ideologi.
Hasil dan Diskusi
Terdapat lima tema yang muncul dari kearifan local di Indonesia. Kelima konsep tersebut menjadi kearifan lokal selama berabad-abad, oleh karena itu, konsep tersebut harus dipromosikan untuk mengembangkan teori public relations yang relevan dengan budaya Indonesia.
a. Musyawarah mufakat sebagai penentuan keputusan di Indonesia  
Tampaknya kearifan lokal Indonesia konsisten dengan model simetris dua arah. Model ini, seperti yang dijelaskan dalam Model Excellent Public Relations (JE Grunig, 1989, 2008; JE Grunig & Hunt, 1984) dan dialogis Humas Teori (Kent & Taylor, 2002), mengusulkan bahwa public relations memainkan dua peran sekaligus: satu di sisi manajemen, lain di sisi publik dengan semangat untuk membangun kompromi. Public relations memfasilitasi penyebaran informasi kepada masyarakat secara langsung dan berbicara kepada manajemen tentang kebutuhan masyarakat. Fungsi komunikasi sebagai negosiasi dan kompromi alat untuk menciptakan solusi yang saling memuaskan. Model tersebut sesuai dengan perspektif Indonesia yaitu musyawarah mufakat / rembugan, pengambilan keputusan dengan dialog. Menurut Pancasila, lima filosofi dasar prinsip dimasukkan ke dalam konstitusi Indonesia, musyawarah mufakat, adalah strategi utama untuk membuat keputusan daripada voting. Ini adalah kebalikan dari kekuasaan mayoritas yang terjadi di sebagian besar negara perspektif Barat di mana bentuk proses demokrasi lebih mewakili berbagai pendapat. Dengan demikian, di Jawa, keputusan (seperti dalam masyarakat atau pemerintah daerah) biasanya tidak didasarkan pada mayoritas namun berdasarkan perjanjian. Nenek moyang mengajarkan yen ana rembug dirembug, nanging olehe ngrembug Kanthi ati bernyanyi sareh, memecahkan masalah melalui dialog dengan tenang, sabar, dan berpikir jernih (dialog = rembug atau musyawarah).
b. Menjaga hubungan timbal balik yang didasarkan pada harmoni dalam sistem
Sebagai bagian dari sistem sosial, proses public relations harus mengarahkan organisasi untuk mencapai harmoni dalam sistem di mana ia beroperasi. harmoni ini dikenal sebagai runtut raut sauyunan, yaitu hidup rukun dan damai bersama-sama; rukun agawe santosa, crah agawe bubrah, guyub rukun, yaitu, jika kita hidup dalam damai dan harmoni kita akan makmur, jika kita hidup dalam pertengkaran kita akan menderita. Organisasi harus rampa’naong beringin korong berdaun dan teduh, yaitu organisasi melindungi masyarakat seolah-olah itu adalah pohon beringin untuk membuat hidup harmonis, solidaritas, dan merangsang swadaya masyarakat (gotong royong).
Sebuah strategi komunikasi yang berhubungan dengan masyarakat dari perspektif Indonesia bisa dilakukan dengan menerapkan pepatah dari silih asah, silih asih, silih asuh (mengajar, cinta, dan menjaga satu sama lain). Hasil asah silih dalam memberikan informasi secara teratur melalui dua saluran timbal balik. Informasi ini terdiri dari setiap upaya untuk mendidik dan memotivasi masyarakat untuk mendukung organisasi. Namun, sebelum menyebarkan informasi, PR harus mengeksplorasi kebutuhan masyarakat dengan melakukan penelitian. Itu sebabnya, silih asah merangsang hubungan masyarakat untuk melakukan kegiatan berdasarkan rasional-ilmiah: penelitian dan dialog sehingga PR “berdasarkan fakta” ​​(Newsom et al., 1993).
c. Perspektif Indonesia mengenai Deklarasi Prinsip (Tell the truth)
Mengatakan sesuatu berdasarkan prinsip kebenaran adalah dasar dalam praktik public relations untuk membangun kepercayaan (J. E. Grunig & Hunt, 1984; Lattimore et al, 2007.). Perspektif Indonesia mengatakan ajining diri dumunung ana ing lathi dan basa iku busananing bangsa, yaitu kehormatan pribadi adalah pada kata-kata seseorang. Dengan memberikan terbuka, informasi yang benar, sebuah organisasi akan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan informasi dan untuk mendapatkan kepercayaan publik yang akan merangsang dukungan publik dan kerjasama. Pentingnya mengatakan hal yang sebenarnya direpresentasikan dalam jeung leweh mah memperbaiki waleh (lebih baik untuk mengatakan sesuatu terus terang daripada menjaga kata karena tidak cukup berani untuk memberitahu). Pandangan Indonesia adalah bahwa mengatakan kebenaran harus sejalan dengan harmoni. Seperti yang dinyatakan sebelumnya, kepercayaan Indonesia di atunggal loro-loroning atau prinsip monodualism (Purwadi, 2011) menganggap bahwa jiwa dan tubuh tidak dapat dipisahkan. kearifan lokal ini juga muncul dalam praktek hubungan masyarakat. Misalnya, ketika penerbangan Air Asia 8501 dari Surabaya di Indonesia ke Singapura jatuh ke Laut Jawa dengan memakan korban 162 orang di 28 Desember 2014. wartawan mencari informasi rinci tentang tubuh penumpang yang sedang diambil. Namun, juru bicara polisi mengatakan bahwa dia tidak bisa menyampaikan informasi secara rinci untuk menghormati keluarga penumpang. Dapat dikatakan bahwa penolakan untuk memberikan informasi detail mengenai kondisi penumpang mayat dihormati kebanyakan keluarga dengan keyakinan bahwa individu tidak dapat dipisahkan dari keluarga (hubungan darah) karena prinsip-prinsip keutuhan dan kesatuan publik.
d. Blusukan sebagai alat fasilitator komunikasi
Teori barat halo effect dan the primacy effect memiliki kesejajaran dengan keyakinan Indonesia. Efek halo berarti bahwa persepsi kita terhadap suatu benda atau orang dipengaruhi oleh kinerja fisik objek, sedangkan efek keutamaan berarti bahwa persepsi kita sangat dipengaruhi oleh gambar pertama dari objek atau orang. Dalam hal ini, perilaku anggota semua organisasi berkontribusi untuk mengkomunikasikan citra publik organisasi. Oleh karena itu, semua orang adalah public relations dan Anda adalah PR pada diri anda sendiri. Menurut Kriyantono (2014), perspektif Indonesia menawarkan penjelasan serupa melalui ajining raga ana ing busana (secara fisik, kehormatan pribadi dapat dilihat dengan cara berdandan). perspektif menunjukkan bahwa bagaimana penampilan public relations akan mempengaruhi citra public.
Blusukan mirip dengan konsep Barat “managing by walking around” karena fungsi mereka adalah  gethok tular; Namun perspektif Indonesia lebih berfokus pada aspek emosional, seperti sambung roso, untuk membangun hubungan.
Dengan melakukan blusukan, public relations mampu menghasilkan gethok tular (komunikasi word of mouth) secara langsung untuk menyebarkan informasi dari manajemen untuk meminimalkan kesalahan persepsi. Secara internal, public relations ditempatkan untuk menghentikan rumor yang tidak akurat yang menyebar dengan cepat dari mulut ke mulut dalam sebuah organisasi. Public relations memonitor lingkungan mengadopsi peran masalah manajemen untuk mengantisipasi krisis dengan menanyakan apa yang terjadi. Perspektif Indonesia mengatakan Jaga pagarra dibi'ja’parlo ajaga pagarra oreng laen (menjaga gerbang Anda sendiri, jangan terus lainnya), yaitu jika krisis terjadi, organisasi seharusnya tidak menyalahkan pihak lain.

Perspektif Lokal Terhadap Dua Preposisi Dasar
Public Relations memiliki dua proposisi: (1) Public relations sebagai fungsi manajemen; (2) PR bertanggung jawab untuk mengelola hubungan antara organisasi dan publik. Hal ini dikenal sebagai paradigma ekologi karena proposisi-proposisi ini membutuhkan adaptasi, seleksi, dan penyesuaian (Cutlip, Center, & Broom, 2006; Everett, 2009). Cutlip (1952, dikutip dalam Cutlip et al, 2006;. Everett, 2009; Greenwood, 2010) telah menggunakan konsep ekologi ketika ia didefinisikan public relations sebagai saling ketergantungan (menyesuaikan & beradaptasi) antara organisasi dan lingkungannya. Adaptasi dan penyesuaian, umumnya, adalah pemikiran dasar dari masyarakat Indonesia yang diinternalisasikan sebagai karakter filosofis masyarakat.
Indonesia memiliki karakteristik Asia yang menekankan tanggung jawab timbal balik antara individu dan masyarakat, selaras dengan lingkungan, dan dengan asumsi bahwa dunia adalah saling berhubungan dan saling tergantung secara keseluruhan. Selama berabad-abad, banyak dari kearifan lokal Indonesia telah didasarkan pada pentingnya adaptasi dan penyesuaian, seperti jip kang sui suan, jip koi sui nyak, (Jika Anda memasukkan sungai untuk berenang atau pengiriman, Anda harus mengikuti kurva, memasuki desa mengikuti adat istiadat; sai bumi Ruwa jurai (satu bumi untuk dua komunitas yang berbeda); teposliro (perasaan empati); dima nagari diunyi, disitu Dipakai adat (di mana pun Anda tinggal, Anda harus mengikuti adat istiadat) Secara kolektif, kearifan local ini berarti. bahwa individu harus menghormati budaya lokal tanpa kehilangan budaya sendiri, agar berhasil beradaptasi dan menyesuaikan dengan lingkungan. Organisasi harus mengembangkan teposliro (sikap merasa perasaan publik). Prinsip teposliro diwakili dalam rumongso pepatah ojo biso, kudu biso rumongso (Jangan merasa bahwa Anda bisa, tetapi Anda harus dapat merasakan). 

Kesimpulan

Dapat dibuktikan bahwa public relations dalam konteks Indonesia dapat dilakukan sesuai dengan kearifan lokal. Jadi tidak perlu mengadopsi seluruh prinsip-prinsip Barat ke dalam teori atau praktek. Oleh karena itu artikel ini memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan teori public relations dari perspektif Timur, khususnya Indonesia. Dengan cara ini, budaya dan tradisi, dan norma-norma moral suatu negara dapat dipertahankan meskipun negara itu dapat mengalami transformasi cepat menuju perekonomian dan gaya hidup yang lebih Barat. Dengan membatasi proses hegemoni teori dan praktik Barat, tatanan global yang lebih beragam dan penuh hormat dimungkinkan.

Daftar Pustaka

Kriyantono, R. (2014). Teori public relations, perspektif barat dan lokal . Jakarta:     Prenadamedia
Kriyantono dan McKenna. (2017). “Developing a Culturally-Relevant Public Relations Theory for 
Indonesia". (Online) Jilid 33, http://ejournal.ukm.my/mjc/article/view/17165 diakses 9 April 2017



PERAN PUBLISITAS DALAM AKTIVITAS PUBLIC RELATIONS (Analisis Program Kampanye Wisata Sejarah Berbasis Fun Education Berdasarkan Formula PENCILS )
Thursday, March 23, 2017 | 12:07 AM | 0 comments
PERAN PUBLISITAS DALAM AKTIVITAS PUBLIC RELATIONS
(Analisis Program Kampanye Wisata Sejarah Berbasis Fun Education Berdasarkan Formula PENCILS )
Dosen Pengampu : Rachmat Kriyantono, Ph.D




Oleh    :
Anita Putri Christina               155120201111074



PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
I. Pendahuluan

Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan peran publisitas dalam program kampanye Public Relations. Penulis mengangkat kampanye public relations berupa wisata fun education berbasis sejarah di Candi Sumberawan Malang. Penulis menggunakan analisis dengan formula PENCILS yaitu publicity, event, news, community involvement, identity media, lobbying, dan social inverstment. Manfaat dari makalah ini adalah memberikan pemahaman mengenai peran publisitas dalam aktivitas kampanye Public Relations dalam menggunakan formula PENCILS.

II. Publisitas
Herbert M. Baus dalam Muslimin (2004) mendefinisikan publisitas sebagai pesan yang direncanakan, dieksekusi dan didistribusikan melalui media tertentu untuk memenuhi kepentingan publik tanpa membayar kepada media (dalam Kriyantono, 2012:41). Selama ini pengertian publisitas dan publikasi seakan melebur menjadi satu, padahal publisitas adalah publikasi yang menggunakan media massa. Maka, publisitas merupakan salah satu bagian dari publikasi (Kriyantono, 2012).
Prinsip publisitas adalah let somebody else tell your story”. Dengan demikian, publisitas tidak dilakukan oleh pihak yang bersangkutan namun melalui pihak lain atau media. Hal ini dikarena orang akan lebih mempercayai informasi yang tidak diperolehnya secara langsung
Publisitas sering kali disamakan dengan periklanan karena keduanya merupakan alat promosi yang menggunakan media massa. Namun publisitas dan periklanan memiliki beberapa perbedaan (Kriyantono, 2012):
Publisitas
1. Tidak Membayar
Tidak perlu membayar sewa kolom di surat kabar, slot waktu di radio atau televisi dan sewa ruang di media luar ruangan.
2. Tidak dapat dikontrol
Karena tidak melakukan pembayaran, maka pihak yang diliput oleh media tidak memiliki wewenang untuk menentukan bagaimana informasi tersebut dimuat di media
3. Soft-Selling
Soft-Sell adalah metode menjual secara tidak langsung (“soft-sell”, n.d.). Dalam publisitas, perusahaan menjual image-nya bukan jasa atau barangnya.
4. Kredibilitas Tinggi
Publisitas yang dikemas dalam bentuk berita memiliki kredibilitas tinggi dimata khalayak karena informasi tersebut adalah fakta, penulis bukan dari perusahaan, media adalah sumber informasi yang dapat dipercaya dan informasi tidak mengandung unsur menjual
5.  Dapat Menjelaskan “Cacat Produk”
Publisitas memungkinkan cerita yang lebih detail karena mengandung unsur 5W+1H, maka public relations dapat menggunakan publisitas untuk mengatasi isu “Cacat Produk”
Periklanan
1. Membayar
Perusahaan harus membayar sewa untuk kolom di surat kabar, slot waktu di radio atau televisi dan sewa ruang di media luar ruangan.
2. Memiliki kontrol tinggi
Karena perusahaan melakukan pembayaran maka media terikat kontrak dan harus memuat iklan sesuai dengan permintaan. Baik isi, ukuran, lokasi, jangkauan maupun frekuensi
3. Hard-selling
Hard-sell adalah metode penjualan secara agresif atau melalui iklan (“hard-sell”, n.d.). Dalam periklanan, perusahaan menjual secara langsung jasa maupun barangnya
4. Kredibilitas Rendah
Periklanan memiliki kredibilitas yang rendah dimata khalayak karena memiliki sifat menjual, tidak mendetail dalam menjelaskan jasa maupun produk dan pesannya disampaikan satu arah.
5. Tidak dapat menjelaskan “Cacat Produk”
Iklan tidak dapat digunakan untuk mengatasi isu “Cacat Produk” karena keterbatasan ruang maupun waktu. Namun iklan dengan jenis Advertorial dapat mengatasi keterbatasan ruang dan waktu.
Banyak Tim kreatif iklan saat ini yang mengemulasi prinsip dari publisitas kedalam periklanan, antara lain iklan advertorial di surat kabar, iklan testimoni di televisi dan iklan adlib di radio. Iklan advertorial adalah iklan disusun layaknya berita pada umunya dan diletakkan pada kolom tersendiri atau diakhiri dengan kata advertorial atau adv (Kriyantono, 2012).
Iklan yang menerapkan prisip publisitas dengan baik akan “mempersulit” khalayak untuk membedakan apakah itu iklan atau publisitas karena tidak terkesan menjual produk (Kriyantono, 2012). Namun iklan yang tidak menerapkan prinsip publisitas dengan baik akan dengan mudah di ketahui oleh khalayak dan akan mendapatkan kritik. Contohnya, iklan testimoni dari Klinik Tong Fang. Iklan tersebut bermaksud untuk menerapkan prinsip publisitas namun gagal dalam pengeksekusiannya. Khalayak dengan mudah mengetahui bahwa iklan tersebut adalah testimoni “palsu” dan menjadikannya bahan candaan di dunia maya.
Public relations adalah kegiatan komunikasi persuasif yang memengaruhi dan membangun serta memelihara hubungan baik dengan publik. Peran publikasi dalam public relations salah satunya adalah dengan menggunakan pendekatan metode soft-sellingnya. Dengan metode ini perusahaan memberikan media kesempatan untuk melakukan peliputan pada kegiatan yang sedang diadakan. Dengan adanya peliputan kegiatan imaka akan menimbulkan opini positif di publik. Anggapan tersebut akan menimbulkan citra baik dan mempengaruhi pandangan khalayak terhadap citra perusahaan.
Namun karena publisitas sifatnya tidak membayar maka perusahaan tidak dapat mengatur apa yang akan diberitakan dan publisitas negatif pun bisa menjadi berita. Untuk mengatasi hal tersebut, maka perusahaan perlu membangun hubungan baik dengan media (media relations), membuat event special dengan mengajak public figure atau orang yang berpengaruh, serta melaporkan event dalam bentuk news letter, news release dan mengundang wartawan.

III. PENCILS
Strategi Public Relations dapat diringkas menjadi 7 poin P-E-N-C-I-L-S (Kriyantono, 2012:23)  sebagai berikut:
  1. Publikasi
Memperkenalkan perusahaan kepada publik. Misalnya membuat tulisan yang disebarkan ke media, newsletter artikel dan lainnya. Setiap fungsi dan tugas Public Relations adalah menyelenggarakan publikasi atau menyebarluaskan informasi melalui berbagai media tentang aktivitas atau kegiatan-kegiatan perusahaan atau organisasi yang pantas untuk diketahui oleh publik. Selain itu, Public Relations juga menghasilkan publisitas untuk memperoleh tanggapan positif secara lebih luas dari masyarakat.
  1. Event
Mengorganisasi event atau kegiatan sebagai upaya membentuk citra. Merancang sebuah event yang bertujuan untuk memperkenalkan produk dan layanan perusahaan, mendekatkan diri ke publik dan lebih jauh lagi dapat mempengaruhi opini publik. Event adalah kegiatan yang diadakan perusahaan untuk menarik perhatian masyarakat sekitar atau perusahaan sekedar mensponsori suatu kegiatan.
  1. News
Pekerjaan seorang Public Relations adalah menghasilkan produk-produk tulisan yang sifatnya menyebarkan infomasi kepada publik, seperti press release, newsletter, berita dan lain-lain. Karena itu, seorang Public Relations dituntut menguasai teknik menulis (Public Relations Writing).
  1. Community Involvement Activities
Public Relations mesti membuat program-program yang ditujukan untuk menciptakan keterlibatan komunitas atau masyarakat sekitarnya. Tugas sehari-hari seorang Public Relations Officer (PRO) adalah mengadakan kontak sosial dengan kelompok masyarakat tertentu, sertamenjaga hubungan baik (community relations dan humanity relations) dengan pihak organisasi atau lembaga yang diwakilinya.
  1. Identity Media
Merupakan pekerjaan Public Relations dalam membina hubungan dengan media (pers). Sangat penting untuk memperoleh publisitas media, Media adalah mitra kerja abadi Public Relations. Media butuh Public Relations sebagai sumber berita dan Public Relations butuh media sebagai sarana penyebar informasi serta pembentuk opini publik.
  1. Lobbying Activity
Public Relations sering melakukan upaya persuasi dan negoisasi dengan berbagai pihak. Keahlian ini tampak dibutuhkan misalnya, pada saat krisis manajemen untuk mencapai kata sepakat diantara pihak yang bertikai.
Pada dasarnya lobbying activity adalah usaha untuk membujuk pihak yang lain demi kepentingan perusahaan.
  1. Social Investment
Pekerjaan public relations untuk membuat program-program yang bermanfaat bagi kepentingan dan kesejahteraan sosial. Kegiatan ini dibutuhkan perusahaan untuk memberitahu masyarakat bahwa perusahaan adalah perusahaan yang baik.
Ketujuh strategi tersebut adalah kunci pokok suatu perusahaan untuk meningkatkan nilai brandnya. Setiap elemen juga bekerja untuk melengkapi satu sama lain untuk mencapai tujuan utama Public Relations. Apabila suatu perusahaan memiliki publikasi yang baik maka namanya mudah dikenali oleh public dan akan diingat oleh publik. Dengan demikian ketujuh poin ini saling terikat satu sama lain dan bekerja sama untuk menghasilkan brand yang baik.

IV. Public Relations,Fungsi dan Tujuannya
Dalam buku dasar-dasar public relation (Wilcox dan Cameron,2006:5)  mengatakan bahwa “public relations is a management function, of a continuing and planned character, through which public and private organizations and institutions seek to win and retain the understanding, sympathy, and support of those with whom there are or maybe concerned by evaluating public opinion about themselves, in order to correlate, as far as possible their own policies and procedures, to achieve by planned and widespread information more productive corporation and more efficient fulfillment of their common interests”. Artinya, public relations merupakan fungsi manajemen dari sikap budi yang direncanakan dan dijalankan secara berkesinambungan oleh organisasi atau lembaga umum dan swasta untuk memperoleh dan membina saling pengertian, simpati dan dukungan dari mereka yang mempunyai hubungan atau kaitan, dengan cara mengevaluasi opini publik mengenai organisasi atau lembaga tersebut, dalam rangka mencapai kerjasama yang lebih produktif, dan untuk memenuhi kepentingan bersama yang lebih efisien, dengan kegiatan penerangan yang terencana dan tersebar luas.
John E. Marston (1979) mengatakan bahwa public relations adalah kegiatan komunikasi persuasif dan terencana yang didesain untuk memengaruhi publik yang signifikan (dalam Krityantono, 2012:4) Rachmat Kriyantono (2012) dalam buku Public Relation Writing juga mengatakan bahwa “public relations adalah kegiatan komunikasi persuasif dan terencana yang didesain untuk memengaruhi publik yang signifikan”.
Sebagai bentuk kegiatan komunikasi persuasif, public relations tentu memiliki fungsi dan tujuan tertentu. Di bawah ini adalah pemaparan mengenai fungsi dan tujuan dari public relations:
A.    Fungsi public relations
Fungsi public relations  adalah fungsi atau peranan adalah harapan publik terhadap apa yang seharusnya dilakukan oleh public relations sesuai dengan kedudukannya sebagai seorang public relations.  “Jadi, public relations dikatakan berfungsi apabila dia mampu melakukan tugas dan kewajibannya dengan baik, berguna atau tidak dalam menunjang tujuan perusahaan dan menjamin kepentingan publik.” (Kriyantono, 2012:21)
Adapun fungsi public relations secara garis besar, yaitu:
a.       Memelihara komunikasi yang harmonis antara perusahaan dengan publiknya (maintain good communication) 
Contoh: Seorang public relations mengadakan sebuah event atau program-program sosial yang melibatkan publik. Hal ini dapat membuat komunikasi tetap terjaga antara perusahaan dengan publiknya.
b.      Melayani kepentingan publik dengan baik (serve public’s interest)
Contoh: Penyebaran informasi yang dilakukan public relations melalui produk tulisan, misalnya berita sehingga kepentingan publik terhadap suatu informasi terpenuhi.
c.       Memelihara perilaku dan moralitas perusahaan dengan baik (maintain good morals & manners).
Contoh: Seorang public relations mengadakan sharing anggota dalam perusahaan sehingga jika ada masalah bisa segera dideteksi dan dicari solusi. Hal tersebut akan mencegah timbulnya masalah yang lebih besar.
Sedangkan Cutlip & Center yang dikutip oleh Rachmat Kriyanto (2012) dalam buku Public Relations Writing: Teknik Produksi Media Public Relations dan Publisitas Korporat, menyebutkan fungsi public relations sebagai berikut:
a.       Menunjang kegiatan manajemen dan mencapai tujuan organisasi.
Contoh: Seorang public relationsi memproduksi sebuah company profile sehingga perusahaannya bisa dikenal. Selain itu, dia juga mengadakan event yang dapat membentuk citra, serta melibatkan peran publik. Hal tersebut akan mempengaruhi pemikiran publik yang akan cenderung memberi citra positif terhadap perusahaan tersebut sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. “Misalnya stasiun televisi SCTV menggelar acara SCTV Award. Program televisi yang dinilai Ngetop akan mendapat penghargaan dari SCTV 
b.      Menciptakan komunikasi dua arah secara timbal balik dengan menyebarkan informasi dari perusahaan kepada publik dan menyalurkan opini publik kepada perusahaan.
Contoh: Seorang public relations memproduksi berita, press release, kotak saran, maupun produk informasi lainnya sehingga publik memahami tentang perusahaan. Selain itu, media tersebut bisa menjadi sarana untuk menjalin komunikasi timbal balik antara publik dengan perusahaan.
c.       Melayani publik dan memberikan nasihat kepada pimpinan perusahaan untuk kepentingan umum.
Contoh: Diadakan sebuah event di bidang sosial oleh perusahaan sehingga publik dapat dilayani dengan baik. Selain itu, public relations menyediakan saluran komunikasi untuk mengetahui opini publik sehingga seorang public relations dapat memberikan saran kepada pimpinan perusahaan. 
d.      Membina hubungan secara harmonis antara perusahaan dan publik, baik internal maupun eksternal
Contoh: Seorang public relations membina hubungan baik dengan pers.

B.     Tujuan public relations
Tujuan dari public relations merupakan acuan atau arahan tentang untuk apa kegiatan public relationsdilakukan. “Tujuan merupakan sesuatu yang mengarahkan kegiatan public relations, sehingga tidak melenceng atau salah sasaran.” (Kriyantono, 2012, h.6)
Berikut ini adalah beberapa tujuan public relations:
1.      Menciptakan pemahaman (mutual understanding) antara perusahaan dan publiknya.
“Melalui kegiatan komunikasi diharapkan terjadi kondisi kecukupan informasi (well-informed) antara perusahaan dan publiknya. Kecukupan informasi ini merupakan dasar untuk mencegah kesalahan persepsi.” (Kriyantono, 2012, h.7)
Contoh: Seorang public relations membuat artikel dan company profile yang berisi mengenai hal-hal yang berhubungan dengan perusahaan dengan tujuan publik akan memahami identitas perusahaan tersebut.
2.      Membangun citra korporat (corporate image)
“Citra (image) merupakan gambaran yang ada dalam benak publik tentang perusahaan. Citra adalah persepsi publik tentang perusahaan menyangkut pelayanannya, kualitas produk, budaya perusahaan, perilaku perusahaan atau perilaku individu-individu dala perusahaan dan lainnya. Pada akhirnya persepsi akan memengaruhi sikap publik, apakah mendukung, netral atau memusuhi.” (Kriyantono, 2012, h.9-10)
Contoh: Seorang siswa SMA ketahuan membawa kunci jawaban ketika ujian nasional berlangsung. Meskipun sekolah dan guru-guru di sekolah tempat siswa tersebut belajar tidak mengetahui dan memprediksi kejadian tersebut, namun sekolah serta guru-guru di sekolah tersebut kemungkinan akan mendapat citra yang buruk dari masyarakat.
3.      Citra korporat melalui program CSR.
Corporate Social Responbility (CSR) adalah program public relations untuk melibatkan diri mengatasi persoalan-persoalan sosial di lingkungannya.” (Kriyantono, 2012, h.16) “CSR (ada yang menyebut sebagai Community Development atau Filantropi/keikhlasan berbagi) adalah investasi sosial  perusahaan yang bersifat jangka panjang.” (Kriyantono, 2012, h.16)
Contoh: PT Pertamina memberikan beasiswa pendidikan, yaitu Sobat Bumi kepada para mahasiswa di beberapa universitas. Di samping memiliki tujuan berkontribusi dalam pengembangan pendidikan, pemberian beasiswa tersebut secara tidak langsung akan memberikan citra positif pada PT Pertamina tersebut.
4.      Membentuk opini publik yang favourable.
“Sikap publik terhadap perusahaan bila diekspresikan disebut opini publik. Jadi, opini publik ini merupakan ekspresi publik mengenai persepsi dan sikapnya terhadap perusahaan. Ada tiga jenis opini, yaitu opini positif (mendukung atau favourable), negatif (menentang) dan netral.” (Kriyantono, 2012, h.19)
Contoh: “... melalui penyediaan saluran komunikasi interaktif secara terus-menerus dengan publik.” (Kriyantono, 2012, h.20) maksudnya, perusahaan melalui public relationsnya menyediakan sebuah media yang dapat menghubungkan antara perusahaan dengan publiknya. Hal itu dilakukan agar perusahaan dapat mengetahui dan mengontrol opini publik.
5.      Membentuk goodwill dan kerja sama.
Goodwill dan kerja sama dapat terwujud karena ada inisiatif yang dilakukan berulang-ulang oleh public relations perusahaan untuk menanamkan saling pengertian dan kepercayaan kepada publiknya. Kemudian diikuti tindakan nyata perusahaan untuk komitmen mewujudkan kepentingan publik.” (Kriyantono, 2012:20-21)
Contoh: Kerja sama antara perusahaan dengan masyarakat, misalnya melalui adanya event jalan sehat. Hal tersebut menunjukkan adanya kepedulian dari perusahaan kepada masyarakat. Sedangkan, masyarakat akan lebih mendukung dan welcome terhadap perusahaan tersebut.
Kesimpulannya, public relations merupakan kegiatan yang memiliki fungsi dan tujuan, yaitu membentuk citra perusahaan menjadi baik di mata publiknya.

V. Program Kampanye Wisata Fun Education Berbasis Sejarah di Candi Sumberawan
Candi Sumberawan merupakan salah satu candi yang tergolong dalam cagar budaya yang terletak di Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Kondisi saat ini, Candi Sumberawan baru tersentuh oleh pihak Perusahaan Hutan Negara Indonesia (Perhutani) sejak Desember 2016 sehingga promosi yang dilakukan masih belum optimal dan belum menjadi brand equity.
Candi Sumberawan hingga saat ini digunakan sebagai objek wisata religi. Pada umumnya, masyarakat belum terlalu mengetahui keberadaaan Candi Sumberawan itu sendiri secara luas. Maka dari itu perlu adanya program yang berfungsi untuk memperkenalkan Candi Sumberawan tersebut. Oleh karena itu, kami menawarkan program kampanye fun education berbasis wisata budaya.  Strategi yang dapat digunakan untuk memperkenalkan Candi Sumberawan pada masyarakat luas antara lain dengan membangun berbagai fasilitas baru untuk menambah daya tarik tempat wisata ini. Fasilitas baru tersebut dapat berupa spot untuk pengunjung berfoto, juga membangun wisata edukasi pada Candi Sumberawan. Setelah dilakukan pembangunan fasilitas baru, publikasi secara masif melalui berbagai media (cetak atau elektronik) dapat dilaksanakan.
Adapun yang menjadi keuntungan apabila Candi Sumberawan itu mulai mendapat perhatian adalah, mulai bangkitnya kembali industri kreatif masyarakat Desa Toyomarto. Melihat fun education berbasis wisata budaya masih tergolong sangat jarang di Malang, program kampanye ini dapat menjadi pemantik untuk terciptanya fun education berbasis wisata budaya di seluruh Indonesia yang notabene memiliki banyak cagar budaya yang masih belum mampu menarik masyarakat untuk datang.
Berdasarkan tujuan program kampanye tema yang kami angkat adalah Mensosialisasikan dan Mengekspolrasi eksistensi wisata candi sumberawan serta mengembangkan sumber daya manusia disekitar candi sumberawan.
 Adapun Target Sasaran Kampanye sebagai berikut:
1.         Sasaran utama adalah masyarakat terutama kalangan remaja yang menggunakan media sosial secara aktif karena media sosial merupakan salah satu media yang efektif dalam memperkenalkan Candi Sumberawan sehingga program kampanye ini lebih cepat diterima masyakarat luas.
2.         Siswa, karena Candi Sumberawan ini dapat dijadikan objek karya wisata bagi sekolah – sekolah yang berada di Malang maupun di luar Malang.
3.         Keluarga, karena dapat dijadikan objek wisata keluarga di akhir pekan.

VI. Pembahasan
            Dalam melaksanakan program kampanye Fun Education berbasis wisata sejarah di Candi Sumberawan, akan diterapkan formula PENCILS. Penjelasannya adalah sebagai berikut.
1. Publikasi
Memperkenalkan perusahaan kepada publik. Melalui kampanye program, akan dibuat tulisan yang disebarkan ke media, newsletter artikel dalam rangka menyebarluaskan informasi melalui berbagai media tentang aktivitas atau kegiatan-kegiatan. Untuk mengkampanyekan program ini, kami menggunakan sarana media.Media yang menjadi sasaran kami sebelum dan sesudah launching, yaitu:
Media massa - Jawa Pos, Radar Malang, Malang Post, Batu TV, ATV, UB TV, Malang TV, Sevenline, MFM Radio, Radio Tidar Sakti.
Computer Mediated Communication  - publikasi melalui media partner seperti EventMalang via Twitter dan Instagram, InfoMalangnet via Instagram, Kampus Malang via Twitter, Explore Malang via Instagram.
Media massif- Brosur, pamflet, baliho, newsletter, banner.
Pada media masa kami bekerjasama dengan cara press conference atau press release. Sedangkan pada Computer Mediated Communication bekerjasama dengan cara menyebarkan informasi melalui media online sebelum event terlaksana.
2. Event
Mengorganisasi event atau kegiatan sebagai upaya membentuk citra. Dalam program kampanye, akan dibuat event launcing penambahan fasilitas dan spot-spot foto. Selain itu, akan diadakan lomba mengenai brand wisata candi.
3. News
Dalam program kampanye, akan dihasilkan tulisan berupa press release, newsletter, berita mengenai sejarah wisata candi Sumberawan dan bagaimana program kami dapat membuat masyarakat untuk lebih senang berwisata ke candi dengan konsep fun education.
4. Community Involvement Activities
Dalam hal ini, kami berusaha mengenal serta menjaga hubungan baik (community relations dan humanity relations) dengan masyarakat sekitar. Kami juga ingin memberdayakan masyarakat di sekitar candi yang memiliki industri kecil yaitu industri sandal spons di sekitar Candi Sumberawan agar lebih ter-expose dan penjualannya meningkat melalui promosi di sosial media.
5. Identity Media
Membina hubungan dengan media diperlukan untuk memperoleh publisitas media. Dalam hal ini, kami bekerja sama dengan berbagai media untuk menjadi partner kami dalam meliput acara launching dan program kampanye kami. Selain itu, media juga dapat mengangkat eksistensi Candi Sumberawan agar semakin banyak dikunjungi wisatawan.
6. Lobbying Activity
Upaya persuasi dan negoisasi dengan berbagai pihak kami lakukan. Diantaranya bernegosiasi dengan pihak Perhutani dan juga bernegosiasi dengan berbagai perusahaan untuk memberikan sponsor dan meyakinkan perusahaan menjadikan program ini sebagai CSR (Corporate Social Responsibility).
7. Social Investment
Kami membuat program kampanye yang bermanfaat bagi kepentingan dan kesejahteraan sosial. Kegiatan ini dilakukan untuk memberitahu masyarakat bahwa mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya memiliki kepedulian terhadap wisata sejarah yang ada di Malang. Hal ini juga mampu meningkatkan citra Universitas Brawijaya sebagai mahasiswa yang memiliki kepedulian sosial yang tinggi.
Dalam mewujudkan publisitas yang positif, program kampanye kami menerapkan strategi atau formula PENCILS. Dengan demikian ketujuh poin tersebut saling berkaitan dan bekerja sama untuk menghasilkan brand yang baik di mata public.

DAFTAR PUSTAKA

Kriyantono, R. (2012). Public Relations Writing: Teknik Produksi Media Public Relations dan Publisitas Korporat. Jakarta: Kencana
Marston, John E. (1979). Modern Public Relations. New York: McGrawHill.



Older Post

Entries About Stuff Linkies


Hello there earthlings! You have stepped onto Enchance-me. My name is Anita Christina. I'm the writer of this blog! Do follow, thanks.
Twitter




Leave a Footprint here and no harsh words please:) Thank you.


>>!Notes!<<



Header by: Amirah
Template edit by: Faiz
Background by: Fazeera
Basecode by: Lettha
Cursor by: Anita Christina