Tuesday, April 11, 2017 | 5:34 PM | 0 comments
Review
Jurnal Komunikasi
“Developing a Culturally-Relevant Public Relations Theory for Indonesia”
Penulis : Rachmat Kriyantono & Bernard McKenna
“Developing a Culturally-Relevant Public Relations Theory for Indonesia”
Penulis : Rachmat Kriyantono & Bernard McKenna
Tulisan
ini berisi hasil review saya terhadap jurnal “Developing a Culturally-Relevant
Public Relations Theory for Indonesia” yang ditulis oleh Rachmat Kriyantono
& Bernard McKenna. Tujuan review ini adalah untuk mengetahui studi public
relations dan prakteknya melalui perspektif Indonesia, merangsang perkembangan
teori public relations dengan mengadopsi kearifan lokal Indonesia, sebagai kolaborasi
teoritis Indonesia-Barat, dan refleksi kritis pada teori Barat.
A.
Public Relations sebagai Disiplin Ilmiah Baru
Dalam
jurnal dikatakan bahwa keberadaan Public Relations adalah setua peradaban
manusia karena kebutuhan individu untuk membujuk orang lain (Kriyantono, 2014;
Newsom, Scott, & Turki, 1993). PR juga merupakan aktivitas yang terjadi di
mana-mana (obiquitos activity) (Horsley, 2009), karena “prinsip bisnis public
relations telah dikenal, dipelajari, dan dipraktikkan selama berabad-abad.”
(Leahigh, 1993, hal. 24). Menurut Edward Bernays dan Edward Robinson, public
relations merupakan ilmu sosial dan terapan karena mengintegrasikan unsur-unsur
teoritis dan praktis.
Dari
pendapat-pendapat diatas, saya menilai bahwa public relations sebagai disiplin
ilmu lebih berfokus pada practical. Hal tersebut sesuai dengan pendapat
Ardianto dan Skerlep bahwa studi akademis public relations sering lebih
berfokus pada kegiatan-kegiatan praktis yang dikenal dengan PR sebagai praktek
atau sebagai alat (Ardianto, 2004; Skerlep, 2001).
Public
Relations berkembang menjadi disiplin komunikasi terapan selama 25 tahun
terakhir, yaitu praktek komunikasi perusahaan dan secara teoritis dan research
based area (Botan & Hazleton, 2009; Ihlen & Ruler, 2007, 2009). Dalam
jurnal ini dikatakan bahwa public relations telah meminjam atau mengadaptasi
banyak teori-teori dari disiplin lain. Oleh karena itu, public relations sebagai
disiplin ilmu belum dikatakan sebagai ilmu yang matang. Kebutuhan Public
Relations untuk menjadi ilmu bukan hanya sebuah profesi, mulai sejak
pertengahan tahun 1970-an (Sisco et al., 2011).
B.
Dominasi Public Relations dalam Perspektif Barat
Saya
menemukan hasil penelitian dalam jurnal tersebut, yang pertama adalah Penelitian
Dissanayake (1988) di negara-negara Asia Tenggara yang mengungkapkan bahwa 71
persen dari bahan yang digunakan dalam kursus pengajaran teori komunikasi berasal
dari Amerika. Dalam studi lain di Asia Selatan, Dissanayake menemukan
persentase yang lebih tinggi, yaitu 78 persen. Selain itu, tidak ada ilmuwan
Asia berada di daftar ketika Rogers (1997) menulis sejarah studi komunikasi:
semua berasal dari Amerika Serikat dan Eropa.
Dari
pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa saat ini pengajaran teori komunikasi
berfokus pada perspektif barat dan telah didominasi oleh Barat. Oleh karena itu
ilmuwan Asia harus mulai menulis karya ilmiah mengenai fenomena komunikasi.
Bahkan dalam Buku “Teori Public Relations Perspektif Barat dan Lokal” yang ditulis
oleh Rachmat Kriyantono, dikatakan bahwa dari 27 teori public relations yang berasal
dan teori-teori yang dipinjam, tidak ada satupun dari teori-teori tersebut yang
berasal dari perspektif Timur atau Indonesia (Kriyantono, 2014).
Beberapa
negara Asia telah menciptakan teori-teori komunikasi dari perspektif mereka
sendiri, seperti Teori Komunikasi Cina, Teori Komunikasi India, Teori Harmony
Chinese, Teori Komunikasi Konghucu, Teori Kuuki Jepang, dan Teori Komunikasi
Tao. Akan tetapi tidak ada teori tunggal yang muncul dari perspektif Indonesia.
Selain itu, para ilmuwan Barat telah menemukan kesulitan dalam memperoleh karya
ilmiah Indonesia tentang fenomena komunikasi dalam konteks Indonesia termasuk public relations. Tidak banyak
ilmuwan Indonesia mengeksplorasi kearifan lokal sebagai dasar untuk membangun
teori-teori komunikasi yang relevan dengan konteks Indonesia (Raharjo, 2013).
Saya
menilai bahwa di Indonesia masih belum banyak ilmuwan yang menulis karya ilmiah
atau mengungkapkan kearifan local dikarenakan banyak peneliti yang memiliki
pola berpikir kearah Barat. Hal ini juga sesuai dengan yang disampaikan dalam
jurnal yaitu dominasi perspektif Barat telah disebabkan oleh lima faktor, salah
satunya adalah keterlambatan pendidikan pribumi Indonesia karena penjajahan
selama berabad-abad (sekitar 350 tahun) telah memberikan pengaruh kolonisasi
yang mendalam. Kolonisasi ini telah mempengaruhi pola berpikir dengan
memberlakukan penelitian dengan lensa Barat (Achmad, 2012). Yusoff dan Hanafiah
(2015) juga menyatakan bahwa perspektif Barat telah mempengaruhi perspektif
lokal melalui pendidikan, hiburan, dan teknologi komunikasi.
C.
Kearifan Lokal
Sebelum
membicarakan mengenai kearifan local dalam kegiatan public relations, kita
harus mengetahui pengertian kearifan local itu sendiri. Dalam jurnal
diungkapkan bahwa kearifan lokal adalah pengalaman lokal dan ide-ide dari
kebijaksanaan dan kebaikan nilai-nilai yang terinternalisasi di antara generasi
dalam suatu masyarakat tertentu (Radmilla, 2011). Nilai-nilai tersebut tertanam
sebagai moral yang dipatuhi oleh masyarakat sebagai dasar harmoni. Kearifan
lokal dikembangkan dari kesadaran komunal yang muncul dari interaksi sosial
yang diakumulasi dan mengkristal menjadi doktrin moralitas (kode etik).
Dalam
kegiatan public relations, kearifan lokal harus menjadi dasar untuk
mengembangkan kegiatan tanggung jawab sosial (corporate social responsibility) dan
pemasaran sosial perusahaan, kegiatan yang melakukan hal-hal yang baik dan
bermakna bagi masyarakat.
Dalam
jurnal, terdapat lima tema yang muncul dari kearifan local di Indonesia,
sebagai berikut:
a.
Musyawarah mufakat sebagai penentuan keputusan di Indonesia
Public
relations memfasilitasi penyebaran informasi kepada masyarakat secara langsung
dan berbicara kepada manajemen tentang kebutuhan masyarakat. Fungsi komunikasi
sebagai negosiasi dan kompromi alat untuk menciptakan solusi yang saling
memuaskan. Model tersebut sesuai dengan perspektif Indonesia yaitu musyawarah
mufakat/rembugan, pengambilan keputusan dengan dialog.
Menurut
Pancasila, lima filosofi dasar prinsip dimasukkan ke dalam konstitusi
Indonesia, musyawarah mufakat, adalah strategi utama untuk membuat keputusan
daripada voting. Ini adalah kebalikan dari kekuasaan mayoritas yang terjadi di sebagian
besar negara perspektif Barat di mana bentuk proses demokrasi lebih mewakili
berbagai pendapat. Saya menilai bahwa musyawarah mufakat menjadi suatu kearifan
local yang harus dibahas dalam penelitian public relations perspektif Timur
karena sesuai dengan kegiatan public relations.
b.
Menjaga hubungan timbal balik yang didasarkan pada harmoni dalam sistem
Sebagai
bagian dari sistem sosial, proses public relations harus mengarahkan organisasi
untuk mencapai harmoni dalam sistem di mana ia beroperasi. harmoni ini dikenal
sebagai runtut raut sauyunan, yaitu hidup rukun dan damai bersama-sama.
Sebuah
strategi komunikasi yang berhubungan dengan masyarakat dari perspektif
Indonesia bisa dilakukan dengan menerapkan pepatah dari silih asah, silih asih,
silih asuh (mengajar, cinta, dan menjaga satu sama lain). Hasil asah silih
dalam memberikan informasi secara teratur melalui dua saluran timbal balik.
Informasi ini terdiri dari setiap upaya untuk mendidik dan memotivasi
masyarakat untuk mendukung organisasi. Namun, sebelum menyebarkan informasi, PR
harus mengeksplorasi kebutuhan masyarakat dengan melakukan penelitian. Itu
sebabnya, silih asah merangsang hubungan masyarakat untuk melakukan kegiatan
berdasarkan rasional-ilmiah: penelitian dan dialog sehingga PR “berdasarkan
fakta” (Newsom et al., 1993).
c.
Perspektif Indonesia mengenai Deklarasi Prinsip (Tell the truth)
Mengatakan
sesuatu berdasarkan prinsip kebenaran adalah dasar dalam praktik public
relations untuk membangun kepercayaan (J. E. Grunig & Hunt, 1984; Lattimore
et al, 2007.). Perspektif Indonesia mengatakan ajining diri dumunung ana ing lathi dan basa iku busananing bangsa,
yaitu kehormatan pribadi adalah pada kata-kata seseorang. Dengan memberikan
terbuka, informasi yang benar, sebuah organisasi akan dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat akan informasi dan untuk mendapatkan kepercayaan publik yang akan
merangsang dukungan publik dan kerjasama. Saya menilai bahwa hal ini harus
ditanamkan oleh setiap praktisi public relations, bahwa informasi yang jelas
dan benar akan mampu menarik kepercayaan public.
d.
Blusukan sebagai alat fasilitator komunikasi
Blusukan
mirip dengan konsep Barat “managing by walking around” karena fungsi mereka
adalah gethok tular; Namun perspektif
Indonesia lebih berfokus pada aspek emosional, seperti sambung roso, untuk
membangun hubungan. Dengan melakukan blusukan, public relations mampu
menghasilkan gethok tular (komunikasi word of mouth) secara langsung untuk
menyebarkan informasi dari manajemen untuk meminimalkan kesalahan persepsi.
Secara internal, public relations ditempatkan untuk menghentikan rumor yang
tidak akurat yang menyebar dengan cepat dari mulut ke mulut dalam sebuah organisasi.
Saya
menilai bahwa pernyataan tersebut sesuai dengan keadaan praktik saat ini bahwa
rumor yang terjadi dalam organisasi mampu menyebar secara cepat dari mulut ke
mulut secara langsung ataupun media sosial. Oleh karena itu, diperlukan public
relations untuk memonitor lingkungan dan membangun hubungan dengan publik.
D.
Perspektif Lokal Terhadap Dua Preposisi Dasar
Dalam
jurnal dikatakan bahwa Public Relations memiliki dua proposisi: (1) Public
relations sebagai fungsi manajemen; (2) PR bertanggung jawab untuk mengelola
hubungan antara organisasi dan publik.
Indonesia
memiliki karakteristik Asia yang menekankan tanggung jawab timbal balik antara
individu dan masyarakat, selaras dengan lingkungan, dan dengan asumsi bahwa
dunia adalah saling berhubungan dan saling tergantung secara keseluruhan.
Selama berabad-abad, banyak dari kearifan lokal Indonesia telah didasarkan pada
pentingnya adaptasi dan penyesuaian, seperti jip kang sui suan, jip koi sui
nyak, (Jika Anda memasukkan sungai untuk berenang atau pengiriman, Anda harus
mengikuti kurva, memasuki desa mengikuti adat istiadat; sai bumi Ruwa jurai
(satu bumi untuk dua komunitas yang berbeda); teposliro (perasaan empati); dima
nagari diunyi, disitu Dipakai adat (di mana pun Anda tinggal, Anda harus
mengikuti adat istiadat)
Oleh
karena itu, dalam kearifan local Indonesia berarti bahwa individu harus
menghormati budaya lokal tanpa kehilangan budaya sendiri, agar berhasil
beradaptasi dan menyesuaikan dengan lingkungan. Organisasi harus mengembangkan
teposliro (sikap merasakan perasaan publik). Prinsip teposliro diwakili dalam
rumongso pepatah ojo biso, kudu biso rumongso (Jangan merasa bahwa Anda bisa,
tetapi Anda harus dapat merasakan). Saya menilai bahwa prinsip ini harus
ditanamkan pada praktisi public relations bahwasanya public relations harus
dapat merasakan apa yang dirasakan oleh publik, memiliki kepedulian terhadap publik
termasuk juga lingkungan sekitar tempat perusahaan itu berada.
E.
Penutup
Secara
umum, tulisan Kriyantono dan McKenna telah memberikan pengetahuan baru tentang kearifan
local di Indonesia dan kaitannya terhadap Public Relations dalam perspektif Timur.
Artikel ini memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan teori public relations dari
perspektif Timur, khususnya Indonesia. Dapat dibuktikan bahwa public relations
dalam konteks Indonesia dapat dilakukan sesuai dengan kearifan lokal.
Agar
lebih bisa memberikan deskripsi yang lebih mendalam, saya merekomendasikan Buku
berjudul “Teori Public Relations Perspektif Barat & Lokal” yang ditulis
oleh Rachmat Kriyantono.
Daftar Pustaka
Kriyantono,
R. & McKenna B. (2017). Developing a Culturally-Relevant Public
Relations Theory for Indonesia. Malaysian Journal of Communication, 33(1):
1-16
Kriyantono,
R. (2014). Teori public relations, perspektif barat dan lokal .
Jakarta: Prenadamedia
Monday, April 10, 2017 | 4:44 PM | 0 comments
Theories of Public Relations
Teori Sistem
Teori Sistem diadopsi dari biologi yang digagas oleh
Ludwig van Bertanaffy pada 1940-1950an. Beliau mengatakan pentingnya
salingketerhubungan antara semua elemen tubuh. Setiap manusia atau sistem
sosial seperti organisme fisik, living organism, ekonomi, efek media pada
khalayak, dan sistem matemarika dikelilingi oleh batas-batas yang cair, yang
memungkinkan saling perngaruh dan tidak hidup secara terisolasi (Hearg,
2005;Krippendorf, 2008). Dari biologi teori sistem berkembang menjadi teori
interdisipliner dan diadopsi beberapa pakar bidang ilmu yang berbeda.Teori
sistem adalah sebuah dasar kehidupan manusia yang saling berhubungan, bagaimana
sistem dalam suatu relasi itu bersifat dinamis dengan system lainnya
(Kriyantono, 2014, h.77). Teori ini juga
mengajarkan pentingnya menjalin hubungan sosial yang baik dalam suatu
organisasi terhadap publiknya dan saling mempengaruhi. Praktisi Public
Relations dapat menjadikan teori ini sebagai dasar menjalin hubungan dengan
publiknya. Hal tersebut dikarenakan public relations memiliki kemampuan
mempengaruhi berfungsinya keseluruhan sistem organisasi (Laborde, 2005)
Adapun sebagai sistem, organisasi memiliki
karakteristik yaitu:
a. Keseluruhan dan saling bergantungan (Wholeness
and Interdependence)
Organisasi adalah satu kesatuan yang saling berhubungan dan ketergantungan.
Jika salah satu sistem tidak berfungsi dengan baik maka sistem-sistem yang lain
akan terganggu.
b. Hierarki (Hierarchy)
Suatu Sistem terdiri suatu sistem yang lebih besar (sub sub sistem dan
suprasistem). Dalam organisasi yaitu sistem yang terdiri dari beberapa
subsistem seperti: departemen public relations,
marketing, keuangan, human resources. Masing masing departemen terdiri
dari suprasistem seperti department
public relations adalah supra dari eksternal relations, dan internal relations.
c.Peraturan sendiri dan control (Self
regulation and control)
Aktivitas sistem diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu (sistem mengatur
perilakunya dalam mencapai tujuan tersebut.) wujudnya berupa peraturan berupa SOP (standars operational procedures).
Seperti contoh, departemen public relations mempunyai aturan mengenai membuat
press release, membuat konferensi pers.
d. Pertukaran dengan lingkungan (Interchange with the environment)
sistem berinteraksi dengan lingkungan nya atau saling mempengaruhi satu sama
lain. Adanya input dan output dari hasil interaksi komunikasi.
e.Keseimbangan (balance)
keseimbangan akan dapat dicapai jika suatu system berfungsi dengan baik. Sistem
yang berfungsi dengan baik disebut homeostatis atau ekuilibrum. Kondisi
ekuilibrium bagi organisasi berart isetiap susbsistem (departemen dan staf)
melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik untuk mendukung eksistensi
organisasi secara keseluruhan.
f. Perubahan dan kemampuan adaptasi (change and adaptability)
untuk mencapai keseimbangan, system harus memiliki kemampuan dalam menyesuakian sistem terhadap
lingkungan. Seperti contoh, mampu menyesuaikan diri dengan perubahan perilaku
konsumen, perubahan daya kritis konsumen.
g. Sama tujuan (Equifinality)
sistem memiliki tujuan yang sama dalam mewujudkan bentuk visi misi yang mengarahkan
perilaku setiap anggota sistem. (Kriyantono, 2014)
Berdasarkan
teori sistem ini, aktivitas public relations melekat pada semua elemen sistem.
Bagaikan tubuh manusia, jika tangan sakit maka bagian tubuh lainnya ikut
merasakan. Jika karyawan berulah negative maka manajemen akan terkena imbasnya
(Kriyantono,2012a:10)
Boundary Spanning
Boundary spanning merupakan
istilah fungsi public relations sebagai penghubung antara organisasi dengan
lingkungannya. Public relations berinteraksi dengan lingkungannya untuk
monitoring, seleksi, dan menghimpun informasi. Kemudian informasi tersebut
disampaikan kepada kelompok dominan dalam organisasi. Fungsi “boundary spanning”
dapat dikatakan sebagai aktifitas “gate keeper”.
Aktivitas pelaksanaan boundary spanning yang
dilakukan oleh praktisi public relations antara lain:
1. Menjelaskan informasi tentang organisasinya
kepada publik (lingkungannya). Praktisi public relations harus menginterpretasi
filosofi, kebijakan, program, dan apa yang dipikirkan manajemen agar dapat
dimengerti oleh publiknya. Informasi ini merupakan input bagi publik.
Selanjutnya, praktisi public relations menyeleksi, menerima, dan menyampaikan
informasi dari publik kepada organisasi. Ini adalah umpan balik dan merupakan
input bagi organisasi.
2. Memonitor lingkungan sehingga mengetahui apa yang
terjadi dan menginterpretasi isu-isu yang potensial memengaruhi aktivitas
organisasi dan membantu manajemen merespons isu-isu tersebut melalui aktivitas
isu manajemen. Di sini praktisi public relations bertindak sebagai mitra
manajemen untuk mengidentifikasi dan memecahkan permasalahan yang mungkin
muncul.
3. Membangun sistem komunikasi dua arah dengan
publiknya agar organisasi dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Praktisi
public relations merupakan seorang fasilitator komunikasi.
Relationship Management Theory.
Teori Relationship Management merupakan teori
penting dari public relations, karena terkait dengan fungsi dasar public
relations, yaitu aktivitas komunikasi yang menguhubungkan organisasi dan
public. Teori ini focus membahas proses memanajemen relasi antara organisasi
dan publiknya, internal maupun eksternal, karenanya teori ini juga dikenal
sebagai pusat atau inti public relations. Teori ini juga dikenal sebagai teori
organization-public relationship (OPR), karena dalam praktik public relations ,
komunikasi ditunjukan untuk menjaga keuntungan yang bisa dirasajab para peserta
komuunikasi, organisasi, dan public, yaitu ada suatu keseimbangan kepentingan
antara keduanya.
Dalam tulisan Ledingham (2006) dan Waters (2008),
dapat disampaikan beberapa metode pengukuran. Metode yang paling banyak
digunakan yaitu metode yang ditawarkan
How&Grunig berisi empat dimensi yaitu : kepercayaan (trust), komitmen,
kepuasan (satisfaction), dan control kesamaan (control mutuality).
Teori Matematika Komunikasi, Uncertainty Reduction
Theory
Claude
Shannon dan Warren Weaver membuat model yang dipublikasikan melalui buku The
Mathematical Theory of Communication pada 1949. Teori ini mengambarkan proses
komunikasi antarmanusia sebagai proses transmisi yang linier antara komunikator
kepada komunikan. Dalam model ini,
Shannon-Weaver mengenalkan beberapa konsep yang saling berkaitan, yaitu konsep
gangguan (noise), transmiter, sumber (source), signal, receiver, destination,
entropi, dan informasi.
Model
Shannon dan Weaver mengasumsikan bahwa sumber informasi menghasilkan suatu
pesan untuk dikomunikasikan dari separangkat pesan yang dimungkinkan. Pesan itu
bisa dalam bentuk kata lisan atau tulisan, musik, gambar, dan lain sebagainya.
Pemancar (transmitter) mengubah pesan menjadi suatu sinyal yang sesuai dengan
saluran yang digunakan. Saluran (Channel) adalah medium yang mengirimkan sinyal
(tanda) dari transmitter ke penerima (receiver). Dalam percakapan, sumber
informasi adalah otak, transmitter-nya adalah mekanisme suara yang menghasilkan
sinyal (kata-kata yang terucap), yang ditransmisikan lewat udara (sebagai
saluran). Penerima (receiver), yakni mekanisme pendengaran, melakukan operasi yang
sebaliknya yang dilakukan transmiter dengan merekonstruksi pesan dari sinyal.
Sasaran (distination) adalah (otak) orang menjadi tujuan pesan itu.
(Mulyana,2003). Konsep lain yang merupakan yang merupakan andil Shannon dan
Weaver adalah entropi (entrophy) dan redundansi (redundancy) serta keseimbangan
yang diperulukan di antara keduanya untuk menghasilkan komunikasi yang efisien
dan pada saat yang sama mengatasi ganguan dalam saluran.
Uncertainty Reduction Theory
Teori pengurangan ketidakpastian diciptakan oleh Charles Berger dan Richard Calabrese pada
tahun 1975. Teori ini menjelaskan
bagaimana cara manusia
mengumpulkan informasi untuk mengurangi ketidakpastian yang dialami.
Ketidakpastian diartikan sebagai ketidakmampuan individu untuk memprediksi atau
menjelaskan perilakunya dan perilaku orang lain (Kriyantono, 2014). Tujuan
komunikasi yaitu untuk mengurangi ketidakpastian, karena itu kita berusaha mengurangi
ketidakpastian dengan cara mencari informasi. Komunikasi dapat dipahami sebagai alat untuk mengurangi
ketidakpastian. Fungsi komunikasi dalam hal ini adalah untuk mendapatkan
informasi, dan untuk membuat prediksi atau penjelasan tentang makna perilaku
lawan bicara.
Tugas pokok public
relations yaitu menciptakan citra positif dan mendukung reputasi positif
organisasi di mata publiknya. Citra positif dapat terbentuk apabila public mempunyai
persepsi yang positif terhadap organisasi. Persepsi ini harus lengkap sehingga
tidak menimbulkan salah persepsi. Publik harus dalam kondisi kecukupan
informasi agar tidak ada kesenjangan informasi antara organisasi dengan
publiknya.
Berdasarkan teori
uncertainty reduction, Heath (2005) menyarankan praktisi public relations untuk
meminimalkan ketidakpastian dengan strategi
a. Mengumumkan berbagai perubahan sedini mungkin
bagi semua publik terlibat.
b. Memfasilitasi partisipasi staf dalam proses
pengambilan keputusan untuk menyelesaikan suatu masalah.
c. Menjaga agar aliran informasi terjadwal dengan
baik.
d. Apabila tidak dapat menyediakan informasi dengan
baik, public relations harus dapat menjelaskan alasannya.
e. Menjelaskan segala kebijakan atau keputusan yang
diambil manajemen, termasuk alasan keputusan tersebut.
f. Menjaga kepercayaan publik terhadap organisasi.
Teori excellence dan Contingency of Accomodation
Theory
Teori
excellence diperkenalkan oleh James Grunig dan Hunt dalam buku Managing Public
Ralations. Teori Excellence berangkat dari empat model PR (Press Agentry,
public information, two way assymetrical,dan two way symmetric theory) dan
teori situasional of the public dengan lebih menekankan pada aspek negosiasi dan
kompromi.
Teori excellence menganggap public relations bukan
lagi sekedar berperan sebagai alat persuasif atau sebagai teknisi komunikasi
untuk menyebarluaskan komunikasi. Namun public relations dianggap sebagai ahli
yang melaksanakan peran sebagai manajer yang menggunakan penelitian dan dialog
untuk membangun hubungan yang sehat dengan publiknya.
Teori excellence mendapat kritik dari pakar yang
menilai model normatif ini sulit ditemukan dalam praktik public relations.
Pakar-pakar tersebut adalah Cameron, dkk. (2001), Cancel, dkk. (1997), Reber
& Cameron (2003). Pengkritik tersebut menilai sulit bagi organisasi yang
hanya berfokus menerapkan model two-way symmetric dan menawarkan teori baru
yaitu contingency theory of accommodation in public relations (teori CA), yang
berpendapat bahwa two-way symmetric dan win-win solution sulit diterapkan
sebagai bentuk ideal. Karena dalam kenyataan factor aturan atau legal sering
tidak memungkinkan public untuk menang. Sebaliknya, organsasi yang memosisikan
dirinya pada suatu kontinum antara bersikap akomodasi dan bersikap advokasi
saat berhadapan dengan publiknya.
Teori ini menunjukkan bahwa public relations
berkontribusi dalam membangun hubungan yang baik dengan lingkungannya. Dan
kualitas public relations dapat diukur dengan cara mengevaluasi kualitas
hubungan antara organisasi dan publiknya yaitu serial terus-menerus yang secara
perlahan membuat kedua pihak terintegrasikan sehingga sulit menentukan titik
awal dan akhir hubungan. (Kriyantono, 2014, h. 105-110)
Agar dapat menghasilkan proses public relations yang
excellence, teori ini memberikan 10 premis atau prinsip excellence atau factor
excellence. Premis yang merupakan hasil dari penelitian terhadap 327 organisasi
di tiga negara yang kemudian hasilnya dianalisis menggunakan teori komunikasi,
public relations, manajemen, psikologi organisasi, sosiologi organisasi,
psikologi social, psikologi kognisis, feminism, ilmu politik, pembuatan
keputusan dan budaya (Grunig, dkk., 2008, dikutip di Kriyantono, 2014).
Contingency of Accomodation Theory merupakan
pelengkap dari teori excellence. Teori CA ini secara umum menjelaskan tentang
hubungan organisasi dan publiknya tidak dapat benar-benar mencapai posisi
two-way symmetric seperti yang ditawarkan dalam teori excellence. Praktik
public relations bergerak pada suatu kontinium antara advokasi bagi organisasi
atau klien dan akomodasi total bagi publiknya (Cameron, dkk dalam Kriyantono,
2014, h.119) Win-win solution yang ditawarkan model two-way symmetric tidak
selamanya menjadi tawaran yang ideal bagi organisasi. Hal ini dikarenakan, ada
beberapa faktor yang membuat model symmetric sulit untuk diterapkan dalam
praktiknya, misalnya beberapa hal yang berkaitan dengan aturan hukum, sehingga
tidak memungkinkan seorang public relations untuk memberitahukan hal tersebut
kepada publik (Kriyantono,2014, h.120). Akomodasi yaitu penyesuaian diri terhadap lingkungan, mencakup
kemampuan untuk berkolaborasi dengan pihak lain. Advokasi dapat diartikan
sebagai upaya memberikan dukungan dan pembelaan terhadap kebijakan organisasi,
jadi seorang PR layaknya penasihat hukum membela kliennya. Dikatakan
kontingensi karena antara bersikap akomodasi dan advokasi, seorang PR di
pengaruhi oleh faktor-faktor kemungkinan sehingga bersifat situasional. Seorang
PR harus menyeimbangkan antara akomodasi dan advokasi, karena jika PR lebih
fokus melakukan advokasi maka dapat dikatakan bahwa seorang PR telah melakukan
proses memanipulasi publik (Kriyantono, 2014, h. 121). Public relations pada
saat tertentu dapat menerapkan strategi secara bergantian, bersikap akomodatif
atau advokatif tergantung variable internal dan eksternal yang mana yang
dominan.
Situational Theory of The Publics
Penggagas teori ini adalah James E. Grunig yang
mendeskripsikan sikap dan perilaku komunikasi dari public terhadap organisasi. pengagas
teori ini menggunakan istilah publics dengan s (jamak) untuk merujuk kepada
kelompok yang menjadi sasaran program public relations, antara lain jurnalis,
karyawan, investor, konsumen, pemerintah atau komunitas lokal. Teori
situasional membantu menjelaskan mengapa sekelompok orang aktif pada isu
tertentu, yang lainnya aktif dalam banyak isu sementara yang lain bersikap
apatis (Lattimore, 2010). Menurut ( Heath, 2005( dikutip di Kriyantono, 2014)
bahwa teori STP bersifat situasional karena masalah atau isu datang dan pergi
dan menimpa hanya pada orang-orang yang mengalami situasi problematik terkait
aktivitas organisasi.
Public Relations dapat menggunakan teori ini untuk
mengidentifikasi dan mengelompokkan publik berdasarkan persepsi, sikap, dan
perilaku publik terhadap organisasi, baik terhadap programnya, produk, maupun
ketika terjadi situasi krisis. Secara umum teori ini menyatakan bahwa publik
memiliki pengetahuan (knowledge) atau kesadaran (awareness) , sikap, dan
perilaku tertentu terhadap organisasi (Kriyantono, 2014, h.152). Sedangkan, Menurut
Grunig (1979:741), teori situasional of the publics (STP) mempunyai beberapa
asumsi dasar, yaitu 1.Persepsi seseorang pada suatu situasi akan menentukan
kapan dia merespons, mengapa dia merespons, bagaimana cara dia merespons dan
mengkomunikasikan situasi tersebut.
2. Individu yang berbeda diasumsikan mempunyai
perilaku yang lebih konsisten
3. Setiap individu akan berusaha beradaptasi dengan
suatu situasi dalam cara tertentu
4. Publik yang bersifat situasional tergantung pada
situasi yang dihadapi. Untuk isu tertentu seseorang secara aktif mencari
informasi tetapi untuk isu yang lain dia memilih pasif, hal ini tergantung pada
seberapa besar isu mempengaruhi kepentingannya.
5. Karena bersifat situasional, masalah atau isu
bersifat dinamis, maka publik pun bersifat dinamis.
Praktisi public
relations dapat merencanakan strategi komunikasinya lebih akurat dan efektis
jika mengetahui seberapa aktif publik dalam mencari informasi (Lattimore, dkk.,
2007). Teori STP dapat dijadikan acuan bagi praktisi public relations untuk
bersikap lebih etis dalam kampanyenya. Karena teori ini membagi publik ke dalam
beberapa kategori, sehingga kampanye public relations diharapkan dapat
memengaruhi mereka menjadi aktif.
Teori strukturasi
Teori Strukturasi digagas oleh Anthony Giddens pada
1984 (Falkheimer, 2007) dan dibangun berdasarkan teori interaksi sosial.
Giddens membangun teori ini berdasarkan pandangannya bahwa individu mempunyai
kemampuan mengubah struktur sosial. Menurut giddens, individu bebas dalam
memilih perilaku komunikasinya sehingga memengaruhi terciptanya struktur
tertentu. Komunikasi dalam suatu sistem sosial merupakan hasil produksi
perilaku komunikasi individu dan struktur sosial perilaku sosial. Komunikasi
dalam suatu sistem sosial juga terbentuk dari hasil perpaduan perilaku
komunikasi individu dan struktur sosial. Perilaku sosial termasuk perilaku
komunikasi sosial, terbangun dari hasil strukturasi, yaitu proses memproduks
dan mereproduksi struktur yang dilakukan melalui interaksi sosial.
Adapun funsgsi struktur bagi suatu organisasi
(Daiton & Zelley, 2015 : 182 dalam Kriyantono, 2014 : 236):
Struktur menyediakan berbagai sarana koordinasi dan kontrol.
Struktur membantu anggota organisasi mendefinisikan identitas mereka di dalam
organisasi.
Struktur menyediakan sarana untuk memonitor prestasi kerja.
Struktur membantu organisasi berhubungan dengan lingkungannya.
Teori strukturasi berpendapat
bahwa melalui proses strukturasi, indidividu bebas dalam memilih perilaku
komunikasinya (agency) sehingga tercipta
struktur tertentu. Giddens menyebut sebagai struktur baru. Tetapi struktur ini
sangat dipengaruhi pengalaman perilaku atau harapan-harapan sebelumnya. Tetapi
di sisi lain, setelah direproduksi menjadi lebih formal, struktur itu aka
menjadi pemandu perilaku individu. Sebagai panduan, pada dasarnya juga
berfungsi membatasi perilaku individu. Kondisi ini disebut a double-edged sword. Struktur diciptakan
oleh dan mengikat perilaku invidu. Situasi ini disebut sebagai dualitas
struktur (duality of structure). Artinya, struktur mengandung dua sisi yang
kontradiktif ( Kriyantono, 2014 : 239).
Menurut teori strukturasi, organisasi, struktur dan
agency hidup dalam konteks ruang dan waktu. Ruang dan waktu merupakan kondisi
dasar bagi sistem sosial dan perilaku sosial. Struktur organisasi diproduksi,
direproduksi, atau ditransformasi melalui proses repetisi oleh perilaku
individu dalam interaksi sosialnya. Kesimpulannya, struktur organisasi dibuat
oleh anggota organisasi dan ditempatkan serta diubah sesuai konteks ruang dan
waktu. “Struktur organisasi adalah media bagi agency sekaligus hasil dari interaksi agency”
(Falkheimer, 2007 : 288 dalam Kriyanton, 2014 : 240). Peran praktisi public
relations yaitu menjadi mediator menghubungkan antara struktur di satu sisi dan
agency di sisi lainnya, sehingga dualitas struktur bisa berjalan harmoni.
Berdasarkan teori ini,
proses public relations sebagai suatu proses komunkasi yang dinamis dimaknai bukan
hanya dilakukan oleh praktisi public relations, melainkan oleh semua anggota
organisasi. Sehingga, proses public relations dipandang sebagai proses yang
mendukung semua level di dalam organisasi bukan fungsi top manajemen yang
terisolasi. Tujuannya alah untuk memberikan peluang anggota organisasi
mengkonstruksi realitas sosial sehingga menciptakan pengertian bersama. Peran praktisi public relations yaitu
mengkomodasi dan mengarahkan proses strukturasi agar tidak melenceng dari
tujuan organisasi. Teori strukturasi memandang praktisi public relations
sebagai kekuatan komunikasi yang melayani terjadinya reproduksi dan/atau
transformasi suatu ideology dominan dari suatu organisasi.
Resume Jurnal Komunikasi
“Developing a Culturally-Relevant Public Relations Theory for Indonesia”
Rachmat Kriyantono & Bernard McKenna
Sumber : http://ejournal.ukm.my/mjc/article/view/17165
Artikel
“Developing a Culturally-Relevant Public Relations Theory for Indonesia” memandang
studi public relations dan prakteknya melalui perspektif Indonesia. Sebagai terapan
Ilmu Komunikasi, public relations telah didominasi oleh perspektif Barat.
Tujuan dari artikel ini adalah untuk merangsang perkembangan teori public
relations dengan mengadopsi kearifan lokal Indonesia, kolaborasi teoritis
Indonesia-Barat, dan refleksi kritis pada teori Barat. Para penulis telah mengeksplor
beberapa pepatah/peribahasa Indonesia yang mewakili kearifan lokal Indonesia
untuk mencari persamaan dan perbedaan antara perspektif Barat dan Indonesia.
Para penulis menyajikan perspektif Indonesia secara normatif sebagai dasar
untuk membangun teori public relations di masa depan dalam konteks Indonesia.
Budaya, tradisi, dan norma-norma moral suatu negara dapat dipertahankan
meskipun negara tersebut dapat mengalami transformasi cepat menuju perekonomian
dan gaya hidup Barat.
Public Relations Adalah Disiplin
Ilmiah Baru dalam Bidang Komunikasi
Keberadaan
Public Relations adalah setua peradaban manusia karena kebutuhan individu untuk
membujuk orang lain (Kriyantono, 2014; Newsom, Scott, & Turki, 1993). PR
juga merupakan aktivitas yang terjadi di mana-mana (obiquitos activity) (Horsley,
2009), karena “prinsip bisnis public relations telah dikenal, dipelajari, dan
dipraktikkan selama berabad-abad.” (Leahigh, 1993, hal. 24). Studi akademis public
relations sering lebih berfokus pada kegiatan-kegiatan praktis yang dikenal
dengan PR sebagai praktek atau sebagai alat (Ardianto, 2004; Skerlep, 2001). Menurut
Edward Bernays dan Edward Robinson, public relations merupakan ilmu sosial dan
terapan karena mengintegrasikan unsur-unsur teoritis dan praktis.
Meskipun
demikian, Public Relations berkembang menjadi disiplin komunikasi terapan selama
25 tahun terakhir, yaitu praktek komunikasi perusahaan dan secara teoritis dan
research based area (Botan & Hazleton, 2009; Ihlen & Ruler, 2007,
2009). Hal tersebut dikarenakan bidang public relations telah meminjam atau mengadaptasi
banyak teori-teori dari disiplin lain, juga didefinisikan sebagai manajemen
hubungan dan manajemen komunikasi. PR tidak bisa matang kecuali membangun teori
asli dari konsep-konsep yang dipinjam (J. E. Grunig, 1989). pengembangan teori
ini akan datang dari akademisi dan praktisi (Johansson, 2007; Wehmeier, 2009).
Beberapa literatur, seperti Botan & Hazleton (1989); Greenwood (2010);
Grunig & Hunt (1984); Grunig (1989); Hallahan (1999); Ihlen & van Ruler
(2007, 2009); dan Sisco, Collin, & Zoch (2011), menyatakan bahwa public
relations adalah ilmu sosial multi-disiplin.
Kebutuhan
Public Relations untuk menjadi ilmu bukan hanya sebuah profesi, mulai sejak
pertengahan tahun 1970-an (Sisco et al., 2011). Hal ini terbukti dari artikel
yang muncul pada Review Public Relations pada tahun 1975 mengenai penelitian
dan temuan, bukan hanya artikel tentang profesi. Bukti lebih lanjut bahwa PR sebagai
ilmu dapat ditemukan dari studi Sallot, Lyon, Acosta-Alzura, & Jones
(2003), yang menemukan bahwa artikel tentang public relations dalam Public
Relations Review, Penelitian Tahunan Public Relations dan Penelitian Journal of
Public Relations tidak hanya tentang 'praktik atau aplikasi' tetapi juga
'introspectively' mempertimbangkan fungsi public relations dan tema pendidikan
dan 'pengembangan teori'. Jumlah dari artikel
mengenai “pengembangan teori” juga telah meningkat dua kali lipat dalam edisi 2001-2003
dibandingkan dengan edisi 1984-2000.
Dominasi Perspektif Barat
Perkembangan
pengetahuan public relations berat sebelah karena fokus bangunan teori telah
terbatas terutama ke Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa Barat.” (
Sriramesh & Vercic, 2003a,: xxv). Penelitian Dissanayake (1988) di
negara-negara Asia Tenggara mengungkapkan bahwa 71 persen dari bahan yang
digunakan dalam kursus pengajaran teori komunikasi berasal dari Amerika. Dalam
studi lain di Asia Selatan, Dissanayake (1988) menemukan persentase yang lebih
tinggi, yaitu 78 persen. Selain itu, tidak ada ilmuwan Asia berada di daftar
ketika Rogers (1997) menulis sejarah studi komunikasi: semua berasal dari
Amerika Serikat dan Eropa.
Gagasan
bahwa kita juga perlu mempelajari komunikasi dari perspektif Timur (Asia) muncul
baru-baru ini (Dissayanake, 1988; Gunaratne, 2009; Kriyantono, 2014; Littlejohn
& Foss, 2008; Raharjo, 2013) . Di antara 27 teori public relations berasal
dan teori-teori yang dipinjam, tidak satupun dari mereka adalah perspektif
Timur atau Indonesia (Kriyantono, 2014). Beberapa negara Asia telah menciptakan
teori-teori komunikasi dari perspektif mereka sendiri, seperti Teori Komunikasi
Cina, Teori Komunikasi India, Teori Harmony Chinese, Teori Komunikasi Konghucu,
Teori Kuuki Jepang, dan Teori Komunikasi Tao. Akan tetapi tidak ada teori
tunggal yang muncul dari perspektif Indonesia. Selain itu, para ilmuwan Barat
telah menemukan kesulitan dalam memperoleh karya ilmiah Indonesia tentang
fenomena komunikasi dalam konteks Indonesia termasukpublic relations. Tidak banyak ilmuwan
Indonesia mengeksplorasi kearifan lokal sebagai dasar untuk membangun
teori-teori komunikasi yang relevan dengan konteks Indonesia (Raharjo, 2013).
Saat
ini, Dunia Barat masih menjadi pusat studi public relations di Indonesia
(Kriyantono, 2014; Raharjo, 2013). Dominasi perspektif Barat telah disebabkan
oleh lima faktor. Pertama, keterlambatan pendidikan pribumi Indonesia karena
penjajahan selama berabad-abad (sekitar 350 tahun) telah memberikan pengaruh
kolonisasi yang mendalam. Kolonisasi ini telah mempengaruhi pola berpikir dengan
memberlakukan penelitian dengan lensa Barat (Achmad, 2012). Kedua, sistem
politik otoriter di bawah rezim Presiden Soekarno (1945-1966) dan rezim kedua
Presiden Soeharto (1966-1998) yang menahan kebebasan berbicara. Meskipun era
reformasi Mei 1998 memberi kebebasan berbicara untuk mengekspresikan opini yang
beragam, ini adalah fenomena atau transisi yang relatif baru era demokrasi di
Indonesia (Rasul, Rahim, & Salman, 2015). Ketiga, sangat sedikit studi
publikasi internasional public relations dari perspektif Indonesia (Hobart,
2006; Kriyantono, 2014; Raharjo, 2013), dan, sebagai akibatnya, tidak ada dasar
umum. Keempat, karena bahasa Inggris adalah bahasa yang dominan dari penelitian
komunikasi, orientasi Anglophone telah mendominasi penelitian. Akhirnya, karena
banyak sarjana Indonesia telah belajar di negara-negara Barat, seperti
Australia, Amerika Serikat, Inggris, Perancis atau Jerman mereka telah terpengaruh
perspektif Barat. Yusoff dan Hanafiah (2015) menyatakan bahwa perspektif Barat
telah mempengaruhi perspektif lokal melalui pendidikan, hiburan, dan teknologi
komunikasi.
Kearifan Lokal Adalah Empirik dan
Pragmatis
Kearifan
lokal adalah pengalaman lokal dan ide-ide dari kebijaksanaan dan kebaikan
nilai-nilai yang terinternalisasi di antara generasi dalam suatu masyarakat
tertentu (Radmilla, 2011). Nilai-nilai tersebut tertanam sebagai moral yang
dipatuhi oleh masyarakat sebagai dasar harmoni. Kearifan lokal dikembangkan
dari kesadaran komunal yang muncul dari interaksi sosial yang diakumulasi dan
mengkristal menjadi doktrin moralitas (kode etik). Doktrin-doktrin ini biasanya
disebarkan melalui berbagai saluran komunikasi tradisional, seperti legenda,
dongeng, cerita rakyat, komunikasi word of mouth (Indonesia: gethok tular),
drama tradisional, lagu, dan peribahasa. Kearifan lokal telah menjadi tradisi
untuk membimbing kehidupan masyarakat karena dibangun dari integrasi nilai-nilai dan budaya
masyarakat, sistem kepercayaan teistik, dan aspek geografis (Kriyantono, 2014).
Sistem kepercayaan diwakili oleh pepatah Iduik bajaso, mati bapusako (artinya:
hidup untuk rendering layanan, mati untuk memiliki pusaka). Dalam kegiatan
public relations, kearifan lokal ini harus menjadi dasar untuk mengembangkan
kegiatan tanggung jawab sosial (corporate social responsibility) dan pemasaran
sosial perusahaan, kegiatan yang melakukan hal-hal yang baik dan bermakna bagi
masyarakat.
Kearifan
lokal Indonesia adalah panduan untuk komunikasi dan interaksi dalam masyarakat
Indonesia sebab hal tersebut dibangun dari sistem kepercayaan, nilai-nilai
budaya dan geografi masyarakat setempat. Kearifan lokal adalah empiris dan
panduan pragmatis untuk memecahkan masalah. Gagal untuk menggabungkan kearifan
lokal masyarakat adat dan praktek nya dalam teori dan praktek public relations
di Indonesia berarti bahwa teori dan praktek tersebut akan relatif tidak
efektif karena tidak ketidakrelevanannya. Lebih buruk lagi, jika teori
berdasarkan Dunia Barat dan prakteknya efektif, maka hasilnya akan menjadi
erosi lebih lanjut dari budaya asli dan peningkatan hegemoni budaya Barat,
praktek, sistem kepercayaan, dan ideologi.
Hasil dan Diskusi
Terdapat
lima tema yang muncul dari kearifan local di Indonesia. Kelima konsep tersebut menjadi
kearifan lokal selama berabad-abad, oleh karena itu, konsep tersebut harus
dipromosikan untuk mengembangkan teori public relations yang relevan dengan
budaya Indonesia.
a.
Musyawarah mufakat sebagai penentuan keputusan di Indonesia
Tampaknya
kearifan lokal Indonesia konsisten dengan model simetris dua arah. Model ini,
seperti yang dijelaskan dalam Model Excellent Public Relations (JE Grunig,
1989, 2008; JE Grunig & Hunt, 1984) dan dialogis Humas Teori (Kent &
Taylor, 2002), mengusulkan bahwa public relations memainkan dua peran
sekaligus: satu di sisi manajemen, lain di sisi publik dengan semangat untuk
membangun kompromi. Public relations memfasilitasi penyebaran informasi kepada
masyarakat secara langsung dan berbicara kepada manajemen tentang kebutuhan
masyarakat. Fungsi komunikasi sebagai negosiasi dan kompromi alat untuk
menciptakan solusi yang saling memuaskan. Model tersebut sesuai dengan
perspektif Indonesia yaitu musyawarah mufakat / rembugan, pengambilan keputusan
dengan dialog. Menurut Pancasila, lima filosofi dasar prinsip dimasukkan ke
dalam konstitusi Indonesia, musyawarah mufakat, adalah strategi utama untuk
membuat keputusan daripada voting. Ini adalah kebalikan dari kekuasaan
mayoritas yang terjadi di sebagian besar negara perspektif Barat di mana bentuk
proses demokrasi lebih mewakili berbagai pendapat. Dengan demikian, di Jawa,
keputusan (seperti dalam masyarakat atau pemerintah daerah) biasanya tidak
didasarkan pada mayoritas namun berdasarkan perjanjian. Nenek moyang mengajarkan
yen ana rembug dirembug, nanging olehe ngrembug Kanthi ati bernyanyi sareh,
memecahkan masalah melalui dialog dengan tenang, sabar, dan berpikir jernih
(dialog = rembug atau musyawarah).
b.
Menjaga hubungan timbal balik yang didasarkan pada harmoni dalam sistem
Sebagai
bagian dari sistem sosial, proses public relations harus mengarahkan organisasi
untuk mencapai harmoni dalam sistem di mana ia beroperasi. harmoni ini dikenal
sebagai runtut raut sauyunan, yaitu hidup rukun dan damai bersama-sama; rukun
agawe santosa, crah agawe bubrah, guyub rukun, yaitu, jika kita hidup dalam
damai dan harmoni kita akan makmur, jika kita hidup dalam pertengkaran kita
akan menderita. Organisasi harus rampa’naong
beringin korong berdaun dan teduh, yaitu organisasi melindungi masyarakat
seolah-olah itu adalah pohon beringin untuk membuat hidup harmonis,
solidaritas, dan merangsang swadaya masyarakat (gotong royong).
Sebuah
strategi komunikasi yang berhubungan dengan masyarakat dari perspektif
Indonesia bisa dilakukan dengan menerapkan pepatah dari silih asah, silih asih,
silih asuh (mengajar, cinta, dan menjaga satu sama lain). Hasil asah silih
dalam memberikan informasi secara teratur melalui dua saluran timbal balik.
Informasi ini terdiri dari setiap upaya untuk mendidik dan memotivasi
masyarakat untuk mendukung organisasi. Namun, sebelum menyebarkan informasi, PR
harus mengeksplorasi kebutuhan masyarakat dengan melakukan penelitian. Itu
sebabnya, silih asah merangsang hubungan masyarakat untuk melakukan kegiatan
berdasarkan rasional-ilmiah: penelitian dan dialog sehingga PR “berdasarkan
fakta” (Newsom et al., 1993).
c.
Perspektif Indonesia mengenai Deklarasi Prinsip (Tell the truth)
Mengatakan
sesuatu berdasarkan prinsip kebenaran adalah dasar dalam praktik public
relations untuk membangun kepercayaan (J. E. Grunig & Hunt, 1984; Lattimore
et al, 2007.). Perspektif Indonesia mengatakan ajining diri dumunung ana ing lathi dan basa iku busananing bangsa,
yaitu kehormatan pribadi adalah pada kata-kata seseorang. Dengan memberikan
terbuka, informasi yang benar, sebuah organisasi akan dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat akan informasi dan untuk mendapatkan kepercayaan publik yang akan
merangsang dukungan publik dan kerjasama. Pentingnya mengatakan hal yang
sebenarnya direpresentasikan dalam jeung leweh mah memperbaiki waleh (lebih
baik untuk mengatakan sesuatu terus terang daripada menjaga kata karena tidak
cukup berani untuk memberitahu). Pandangan Indonesia adalah bahwa mengatakan
kebenaran harus sejalan dengan harmoni. Seperti yang dinyatakan sebelumnya,
kepercayaan Indonesia di atunggal loro-loroning atau prinsip monodualism
(Purwadi, 2011) menganggap bahwa jiwa dan tubuh tidak dapat dipisahkan.
kearifan lokal ini juga muncul dalam praktek hubungan masyarakat. Misalnya,
ketika penerbangan Air Asia 8501 dari Surabaya di Indonesia ke Singapura jatuh
ke Laut Jawa dengan memakan korban 162 orang di 28 Desember 2014. wartawan
mencari informasi rinci tentang tubuh penumpang yang sedang diambil. Namun,
juru bicara polisi mengatakan bahwa dia tidak bisa menyampaikan informasi secara
rinci untuk menghormati keluarga penumpang. Dapat dikatakan bahwa penolakan untuk
memberikan informasi detail mengenai kondisi penumpang mayat dihormati
kebanyakan keluarga dengan keyakinan bahwa individu tidak dapat dipisahkan dari
keluarga (hubungan darah) karena prinsip-prinsip keutuhan dan kesatuan publik.
d.
Blusukan sebagai alat fasilitator komunikasi
Teori
barat halo effect dan the primacy effect memiliki kesejajaran dengan keyakinan
Indonesia. Efek halo berarti bahwa persepsi kita terhadap suatu benda atau
orang dipengaruhi oleh kinerja fisik objek, sedangkan efek keutamaan berarti
bahwa persepsi kita sangat dipengaruhi oleh gambar pertama dari objek atau
orang. Dalam hal ini, perilaku anggota semua organisasi berkontribusi untuk
mengkomunikasikan citra publik organisasi. Oleh karena itu, semua orang adalah
public relations dan Anda adalah PR pada diri anda sendiri. Menurut Kriyantono
(2014), perspektif Indonesia menawarkan penjelasan serupa melalui ajining raga
ana ing busana (secara fisik, kehormatan pribadi dapat dilihat dengan cara
berdandan). perspektif menunjukkan bahwa bagaimana penampilan public relations akan
mempengaruhi citra public.
Blusukan
mirip dengan konsep Barat “managing by walking around” karena fungsi mereka
adalah gethok tular; Namun perspektif
Indonesia lebih berfokus pada aspek emosional, seperti sambung roso, untuk
membangun hubungan.
Dengan
melakukan blusukan, public relations mampu menghasilkan gethok tular (komunikasi
word of mouth) secara langsung untuk menyebarkan informasi dari manajemen untuk
meminimalkan kesalahan persepsi. Secara internal, public relations ditempatkan
untuk menghentikan rumor yang tidak akurat yang menyebar dengan cepat dari
mulut ke mulut dalam sebuah organisasi. Public relations memonitor lingkungan
mengadopsi peran masalah manajemen untuk mengantisipasi krisis dengan
menanyakan apa yang terjadi. Perspektif Indonesia mengatakan Jaga pagarra
dibi'ja’parlo ajaga pagarra oreng laen (menjaga gerbang Anda sendiri, jangan
terus lainnya), yaitu jika krisis terjadi, organisasi seharusnya tidak
menyalahkan pihak lain.
Perspektif Lokal Terhadap Dua
Preposisi Dasar
Public
Relations memiliki dua proposisi: (1) Public relations sebagai fungsi
manajemen; (2) PR bertanggung jawab untuk mengelola hubungan antara organisasi
dan publik. Hal ini dikenal sebagai paradigma ekologi karena
proposisi-proposisi ini membutuhkan adaptasi, seleksi, dan penyesuaian (Cutlip,
Center, & Broom, 2006; Everett, 2009). Cutlip (1952, dikutip dalam Cutlip
et al, 2006;. Everett, 2009; Greenwood, 2010) telah menggunakan konsep ekologi
ketika ia didefinisikan public relations sebagai saling ketergantungan
(menyesuaikan & beradaptasi) antara organisasi dan lingkungannya. Adaptasi
dan penyesuaian, umumnya, adalah pemikiran dasar dari masyarakat Indonesia yang
diinternalisasikan sebagai karakter filosofis masyarakat.
Indonesia
memiliki karakteristik Asia yang menekankan tanggung jawab timbal balik antara
individu dan masyarakat, selaras dengan lingkungan, dan dengan asumsi bahwa
dunia adalah saling berhubungan dan saling tergantung secara keseluruhan.
Selama berabad-abad, banyak dari kearifan lokal Indonesia telah didasarkan pada
pentingnya adaptasi dan penyesuaian, seperti jip kang sui suan, jip koi sui
nyak, (Jika Anda memasukkan sungai untuk berenang atau pengiriman, Anda harus
mengikuti kurva, memasuki desa mengikuti adat istiadat; sai bumi Ruwa jurai
(satu bumi untuk dua komunitas yang berbeda); teposliro (perasaan empati); dima
nagari diunyi, disitu Dipakai adat (di mana pun Anda tinggal, Anda harus
mengikuti adat istiadat) Secara kolektif, kearifan local ini berarti. bahwa
individu harus menghormati budaya lokal tanpa kehilangan budaya sendiri, agar
berhasil beradaptasi dan menyesuaikan dengan lingkungan. Organisasi harus
mengembangkan teposliro (sikap merasa perasaan publik). Prinsip teposliro
diwakili dalam rumongso pepatah ojo biso, kudu biso rumongso (Jangan merasa
bahwa Anda bisa, tetapi Anda harus dapat merasakan).
Kesimpulan
Dapat
dibuktikan bahwa public relations dalam konteks Indonesia dapat dilakukan
sesuai dengan kearifan lokal. Jadi tidak perlu mengadopsi seluruh
prinsip-prinsip Barat ke dalam teori atau praktek. Oleh karena itu artikel ini
memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan teori public relations dari perspektif
Timur, khususnya Indonesia. Dengan cara ini, budaya dan tradisi, dan norma-norma
moral suatu negara dapat dipertahankan meskipun negara itu dapat mengalami
transformasi cepat menuju perekonomian dan gaya hidup yang lebih Barat. Dengan
membatasi proses hegemoni teori dan praktik Barat, tatanan global yang lebih
beragam dan penuh hormat dimungkinkan.
Daftar Pustaka
Daftar Pustaka
Kriyantono, R. (2014). Teori public relations, perspektif barat dan
lokal . Jakarta: Prenadamedia
Kriyantono dan McKenna. (2017). “Developing a Culturally-Relevant Public Relations Theory for
Thursday, March 23, 2017 | 12:07 AM | 0 comments
PERAN PUBLISITAS
DALAM AKTIVITAS PUBLIC RELATIONS
(Analisis
Program Kampanye Wisata Sejarah Berbasis Fun Education Berdasarkan Formula
PENCILS )
Dosen Pengampu : Rachmat Kriyantono, Ph.D
Oleh :
Anita Putri
Christina 155120201111074
PROGRAM
STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS
ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS
BRAWIJAYA
MALANG
2017
I.
Pendahuluan
Artikel ini bertujuan
untuk menjelaskan peran publisitas dalam program kampanye Public Relations.
Penulis mengangkat kampanye public relations berupa wisata fun education
berbasis sejarah di Candi Sumberawan Malang. Penulis menggunakan analisis
dengan formula PENCILS yaitu publicity, event, news, community involvement, identity
media, lobbying, dan social inverstment. Manfaat dari makalah ini adalah
memberikan pemahaman mengenai peran publisitas dalam aktivitas kampanye Public
Relations dalam menggunakan formula PENCILS.
II.
Publisitas
Herbert M. Baus dalam Muslimin (2004) mendefinisikan publisitas sebagai
pesan yang direncanakan, dieksekusi dan didistribusikan melalui media tertentu
untuk memenuhi kepentingan publik tanpa membayar kepada media (dalam
Kriyantono, 2012:41). Selama ini pengertian publisitas dan publikasi seakan melebur menjadi satu,
padahal publisitas adalah publikasi yang menggunakan media massa. Maka,
publisitas merupakan salah satu bagian dari publikasi (Kriyantono, 2012).
Prinsip publisitas
adalah “let
somebody else tell your story”. Dengan demikian, publisitas tidak dilakukan oleh pihak yang bersangkutan
namun melalui pihak lain atau media. Hal ini dikarena orang akan lebih
mempercayai informasi yang tidak diperolehnya secara langsung
Publisitas sering kali disamakan dengan periklanan karena keduanya
merupakan alat promosi yang menggunakan media massa. Namun publisitas dan
periklanan memiliki beberapa perbedaan (Kriyantono, 2012):
Publisitas
1. Tidak
Membayar
Tidak perlu membayar sewa kolom di surat kabar, slot waktu di radio atau televisi dan sewa ruang di media luar ruangan.
Tidak perlu membayar sewa kolom di surat kabar, slot waktu di radio atau televisi dan sewa ruang di media luar ruangan.
2. Tidak dapat dikontrol
Karena tidak melakukan pembayaran, maka pihak yang diliput oleh media tidak memiliki wewenang untuk menentukan bagaimana informasi tersebut dimuat di media
Karena tidak melakukan pembayaran, maka pihak yang diliput oleh media tidak memiliki wewenang untuk menentukan bagaimana informasi tersebut dimuat di media
3. Soft-Selling
Soft-Sell adalah metode menjual secara tidak langsung (“soft-sell”, n.d.). Dalam publisitas, perusahaan menjual image-nya bukan jasa atau barangnya.
Soft-Sell adalah metode menjual secara tidak langsung (“soft-sell”, n.d.). Dalam publisitas, perusahaan menjual image-nya bukan jasa atau barangnya.
4. Kredibilitas Tinggi
Publisitas yang dikemas dalam bentuk berita memiliki kredibilitas tinggi dimata khalayak karena informasi tersebut adalah fakta, penulis bukan dari perusahaan, media adalah sumber informasi yang dapat dipercaya dan informasi tidak mengandung unsur menjual
Publisitas yang dikemas dalam bentuk berita memiliki kredibilitas tinggi dimata khalayak karena informasi tersebut adalah fakta, penulis bukan dari perusahaan, media adalah sumber informasi yang dapat dipercaya dan informasi tidak mengandung unsur menjual
5. Dapat
Menjelaskan “Cacat Produk”
Publisitas memungkinkan cerita yang lebih detail karena mengandung unsur 5W+1H, maka public relations dapat menggunakan publisitas untuk mengatasi isu “Cacat Produk”
Publisitas memungkinkan cerita yang lebih detail karena mengandung unsur 5W+1H, maka public relations dapat menggunakan publisitas untuk mengatasi isu “Cacat Produk”
Periklanan
1. Membayar
Perusahaan harus membayar sewa untuk kolom di surat kabar, slot waktu di radio atau televisi dan sewa ruang di media luar ruangan.
Perusahaan harus membayar sewa untuk kolom di surat kabar, slot waktu di radio atau televisi dan sewa ruang di media luar ruangan.
2. Memiliki kontrol tinggi
Karena perusahaan
melakukan pembayaran maka media terikat kontrak dan harus memuat iklan sesuai
dengan permintaan. Baik isi, ukuran, lokasi, jangkauan maupun frekuensi
3. Hard-selling
Hard-sell adalah metode penjualan secara agresif atau melalui
iklan (“hard-sell”, n.d.). Dalam periklanan, perusahaan menjual secara langsung
jasa maupun barangnya
4. Kredibilitas Rendah
Periklanan memiliki
kredibilitas yang rendah dimata khalayak karena memiliki sifat menjual, tidak
mendetail dalam menjelaskan jasa maupun produk dan pesannya disampaikan satu
arah.
5. Tidak dapat menjelaskan “Cacat Produk”
Iklan tidak dapat
digunakan untuk mengatasi isu “Cacat Produk” karena keterbatasan ruang maupun
waktu. Namun iklan dengan jenis Advertorial dapat mengatasi keterbatasan ruang
dan waktu.
Banyak Tim kreatif iklan saat ini yang mengemulasi prinsip dari publisitas
kedalam periklanan, antara lain iklan advertorial di surat kabar, iklan
testimoni di televisi dan iklan adlib di radio. Iklan advertorial adalah iklan
disusun layaknya berita pada umunya dan diletakkan pada kolom tersendiri atau
diakhiri dengan kata advertorial atau adv (Kriyantono, 2012).
Iklan yang menerapkan prisip publisitas dengan baik akan “mempersulit”
khalayak untuk membedakan apakah itu iklan atau publisitas karena tidak
terkesan menjual produk (Kriyantono, 2012). Namun iklan yang tidak menerapkan
prinsip publisitas dengan baik akan dengan mudah di ketahui oleh khalayak dan
akan mendapatkan kritik. Contohnya, iklan testimoni dari Klinik Tong Fang. Iklan
tersebut bermaksud untuk menerapkan prinsip publisitas namun gagal dalam
pengeksekusiannya. Khalayak dengan mudah mengetahui bahwa iklan tersebut adalah
testimoni “palsu” dan menjadikannya bahan candaan di dunia maya.
Public relations adalah kegiatan komunikasi persuasif yang
memengaruhi dan membangun serta memelihara hubungan baik dengan publik.
Peran publikasi dalam public relations salah
satunya adalah dengan menggunakan pendekatan metode soft-sellingnya.
Dengan metode ini perusahaan memberikan media kesempatan untuk melakukan
peliputan pada kegiatan yang sedang diadakan.
Dengan adanya peliputan kegiatan imaka akan menimbulkan
opini positif di publik. Anggapan tersebut akan menimbulkan citra baik dan mempengaruhi pandangan
khalayak terhadap citra perusahaan.
Namun karena publisitas sifatnya tidak membayar maka perusahaan tidak dapat
mengatur apa yang akan diberitakan dan publisitas negatif pun bisa menjadi
berita. Untuk
mengatasi hal tersebut, maka perusahaan perlu membangun hubungan baik dengan
media (media relations), membuat event special dengan mengajak public figure
atau orang yang berpengaruh, serta melaporkan event dalam bentuk news letter,
news release dan mengundang wartawan.
III.
PENCILS
Strategi Public Relations dapat diringkas menjadi 7
poin P-E-N-C-I-L-S (Kriyantono, 2012:23) sebagai berikut:
- Publikasi
Memperkenalkan perusahaan kepada publik. Misalnya
membuat tulisan yang disebarkan ke media, newsletter artikel dan lainnya.
Setiap fungsi dan tugas Public Relations adalah menyelenggarakan publikasi atau
menyebarluaskan informasi melalui berbagai media tentang aktivitas atau
kegiatan-kegiatan perusahaan atau organisasi yang pantas untuk diketahui oleh
publik. Selain itu, Public Relations juga menghasilkan publisitas untuk
memperoleh tanggapan positif secara lebih luas dari masyarakat.
- Event
Mengorganisasi event atau kegiatan sebagai upaya
membentuk citra. Merancang sebuah event yang bertujuan untuk memperkenalkan
produk dan layanan perusahaan, mendekatkan diri ke publik dan lebih jauh lagi
dapat mempengaruhi opini publik. Event adalah kegiatan yang diadakan perusahaan
untuk menarik perhatian masyarakat sekitar atau perusahaan sekedar mensponsori
suatu kegiatan.
- News
Pekerjaan seorang Public Relations adalah
menghasilkan produk-produk tulisan yang sifatnya menyebarkan infomasi kepada
publik, seperti press release, newsletter, berita dan lain-lain. Karena itu,
seorang Public Relations dituntut menguasai teknik menulis (Public Relations
Writing).
- Community
Involvement Activities
Public Relations mesti membuat program-program yang
ditujukan untuk menciptakan keterlibatan komunitas atau masyarakat sekitarnya.
Tugas sehari-hari seorang Public Relations Officer (PRO) adalah mengadakan
kontak sosial dengan kelompok masyarakat tertentu, sertamenjaga hubungan baik
(community relations dan humanity relations) dengan pihak organisasi atau
lembaga yang diwakilinya.
- Identity
Media
Merupakan pekerjaan Public Relations dalam membina
hubungan dengan media (pers). Sangat penting untuk memperoleh publisitas media,
Media adalah mitra kerja abadi Public Relations. Media butuh Public Relations
sebagai sumber berita dan Public Relations butuh media sebagai sarana penyebar
informasi serta pembentuk opini publik.
- Lobbying
Activity
Public Relations sering melakukan upaya persuasi dan
negoisasi dengan berbagai pihak. Keahlian ini tampak dibutuhkan misalnya, pada
saat krisis manajemen untuk mencapai kata sepakat diantara pihak yang bertikai.
Pada dasarnya lobbying activity adalah
usaha untuk membujuk pihak yang lain demi kepentingan perusahaan.
- Social
Investment
Pekerjaan public relations untuk
membuat program-program yang bermanfaat bagi kepentingan dan kesejahteraan
sosial. Kegiatan ini dibutuhkan perusahaan untuk memberitahu masyarakat bahwa
perusahaan adalah perusahaan yang baik.
Ketujuh strategi tersebut
adalah kunci pokok suatu perusahaan untuk meningkatkan nilai brandnya. Setiap elemen
juga bekerja untuk melengkapi satu sama lain untuk mencapai tujuan utama Public
Relations. Apabila suatu perusahaan memiliki publikasi yang baik maka namanya mudah
dikenali oleh public dan akan diingat oleh publik. Dengan demikian ketujuh poin
ini saling terikat satu sama lain dan bekerja sama untuk menghasilkan brand yang
baik.
IV.
Public Relations,Fungsi dan Tujuannya
Dalam buku dasar-dasar public relation (Wilcox dan Cameron,2006:5) mengatakan bahwa “public relations is a
management function, of a continuing and planned character, through which
public and private organizations and institutions seek to win and retain the
understanding, sympathy, and support of those with whom there are or maybe
concerned by evaluating public opinion about themselves, in order to correlate,
as far as possible their own policies and procedures, to achieve by planned and
widespread information more productive corporation and more efficient
fulfillment of their common interests”. Artinya, public relations merupakan fungsi manajemen dari sikap
budi yang direncanakan dan dijalankan secara berkesinambungan oleh organisasi
atau lembaga umum dan swasta untuk memperoleh dan membina saling pengertian,
simpati dan dukungan dari mereka yang mempunyai hubungan atau kaitan, dengan
cara mengevaluasi opini publik mengenai organisasi atau lembaga tersebut, dalam
rangka mencapai kerjasama yang lebih produktif, dan untuk memenuhi kepentingan
bersama yang lebih efisien, dengan kegiatan penerangan yang terencana dan
tersebar luas.
John E. Marston (1979) mengatakan bahwa public relations adalah
kegiatan komunikasi persuasif dan terencana yang didesain untuk memengaruhi
publik yang signifikan (dalam Krityantono, 2012:4)
Rachmat Kriyantono (2012) dalam buku Public
Relation Writing juga mengatakan bahwa “public relations adalah kegiatan komunikasi persuasif dan terencana yang
didesain untuk memengaruhi publik yang signifikan”.
Sebagai bentuk kegiatan komunikasi persuasif, public relations tentu
memiliki fungsi dan tujuan tertentu. Di bawah ini adalah pemaparan mengenai
fungsi dan tujuan dari public relations:
A. Fungsi public
relations
Fungsi public relations adalah fungsi atau peranan adalah
harapan publik terhadap apa yang seharusnya dilakukan oleh public
relations sesuai dengan kedudukannya sebagai seorang public
relations. “Jadi, public relations dikatakan
berfungsi apabila dia mampu melakukan tugas dan kewajibannya dengan baik,
berguna atau tidak dalam menunjang tujuan perusahaan dan menjamin kepentingan
publik.” (Kriyantono, 2012:21)
Adapun
fungsi public relations secara garis besar, yaitu:
a. Memelihara
komunikasi yang harmonis antara perusahaan dengan publiknya (maintain good
communication)
Contoh: Seorang
public relations mengadakan sebuah event atau program-program sosial yang melibatkan
publik. Hal ini dapat membuat komunikasi tetap terjaga antara perusahaan dengan
publiknya.
b. Melayani
kepentingan publik dengan baik (serve public’s interest)
Contoh: Penyebaran
informasi yang dilakukan public relations melalui produk tulisan, misalnya
berita sehingga kepentingan publik terhadap suatu informasi terpenuhi.
c. Memelihara
perilaku dan moralitas perusahaan dengan baik (maintain good morals
& manners).
Contoh: Seorang
public relations mengadakan sharing anggota dalam perusahaan sehingga jika ada
masalah bisa segera dideteksi dan dicari solusi. Hal tersebut akan mencegah
timbulnya masalah yang lebih besar.
Sedangkan Cutlip & Center yang dikutip oleh Rachmat Kriyanto (2012)
dalam buku Public Relations Writing:
Teknik Produksi Media Public Relations dan Publisitas
Korporat, menyebutkan fungsi public relations sebagai berikut:
a. Menunjang
kegiatan manajemen dan mencapai tujuan organisasi.
Contoh: Seorang public
relationsi memproduksi sebuah company profile sehingga
perusahaannya bisa dikenal. Selain itu, dia juga mengadakan event yang dapat
membentuk citra, serta melibatkan peran publik. Hal tersebut akan mempengaruhi
pemikiran publik yang akan cenderung memberi citra positif terhadap perusahaan
tersebut sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. “Misalnya stasiun televisi
SCTV menggelar acara SCTV Award. Program televisi yang dinilai Ngetop akan
mendapat penghargaan dari SCTV”
b. Menciptakan
komunikasi dua arah secara timbal balik dengan menyebarkan informasi dari
perusahaan kepada publik dan menyalurkan opini publik kepada perusahaan.
Contoh: Seorang public relations memproduksi berita, press release, kotak saran, maupun produk informasi lainnya sehingga publik memahami tentang perusahaan. Selain itu, media tersebut bisa menjadi sarana untuk menjalin komunikasi timbal balik antara publik dengan perusahaan.
Contoh: Seorang public relations memproduksi berita, press release, kotak saran, maupun produk informasi lainnya sehingga publik memahami tentang perusahaan. Selain itu, media tersebut bisa menjadi sarana untuk menjalin komunikasi timbal balik antara publik dengan perusahaan.
c. Melayani
publik dan memberikan nasihat kepada pimpinan perusahaan untuk kepentingan
umum.
Contoh: Diadakan sebuah event di bidang sosial oleh perusahaan sehingga publik dapat dilayani dengan baik. Selain itu, public relations menyediakan saluran komunikasi untuk mengetahui opini publik sehingga seorang public relations dapat memberikan saran kepada pimpinan perusahaan.
Contoh: Diadakan sebuah event di bidang sosial oleh perusahaan sehingga publik dapat dilayani dengan baik. Selain itu, public relations menyediakan saluran komunikasi untuk mengetahui opini publik sehingga seorang public relations dapat memberikan saran kepada pimpinan perusahaan.
d. Membina
hubungan secara harmonis antara perusahaan dan publik, baik internal maupun
eksternal
Contoh: Seorang public relations membina hubungan baik dengan pers.
Contoh: Seorang public relations membina hubungan baik dengan pers.
B. Tujuan
public relations
Tujuan dari public
relations merupakan acuan atau arahan tentang untuk apa kegiatan public
relationsdilakukan. “Tujuan merupakan sesuatu yang mengarahkan kegiatan public
relations, sehingga tidak melenceng atau salah sasaran.” (Kriyantono, 2012,
h.6)
Berikut ini adalah
beberapa tujuan public relations:
1. Menciptakan
pemahaman (mutual understanding) antara perusahaan dan
publiknya.
“Melalui kegiatan
komunikasi diharapkan terjadi kondisi kecukupan informasi (well-informed)
antara perusahaan dan publiknya. Kecukupan informasi ini merupakan dasar untuk
mencegah kesalahan persepsi.” (Kriyantono, 2012, h.7)
Contoh: Seorang public relations membuat artikel dan company profile yang berisi mengenai hal-hal yang berhubungan dengan perusahaan dengan tujuan publik akan memahami identitas perusahaan tersebut.
Contoh: Seorang public relations membuat artikel dan company profile yang berisi mengenai hal-hal yang berhubungan dengan perusahaan dengan tujuan publik akan memahami identitas perusahaan tersebut.
2. Membangun
citra korporat (corporate image)
“Citra (image) merupakan
gambaran yang ada dalam benak publik tentang perusahaan. Citra adalah persepsi
publik tentang perusahaan menyangkut pelayanannya, kualitas produk, budaya
perusahaan, perilaku perusahaan atau perilaku individu-individu dala perusahaan
dan lainnya. Pada akhirnya persepsi akan memengaruhi sikap publik, apakah
mendukung, netral atau memusuhi.” (Kriyantono, 2012, h.9-10)
Contoh: Seorang siswa SMA ketahuan membawa kunci jawaban ketika ujian nasional berlangsung. Meskipun sekolah dan guru-guru di sekolah tempat siswa tersebut belajar tidak mengetahui dan memprediksi kejadian tersebut, namun sekolah serta guru-guru di sekolah tersebut kemungkinan akan mendapat citra yang buruk dari masyarakat.
Contoh: Seorang siswa SMA ketahuan membawa kunci jawaban ketika ujian nasional berlangsung. Meskipun sekolah dan guru-guru di sekolah tempat siswa tersebut belajar tidak mengetahui dan memprediksi kejadian tersebut, namun sekolah serta guru-guru di sekolah tersebut kemungkinan akan mendapat citra yang buruk dari masyarakat.
3. Citra
korporat melalui program CSR.
“Corporate Social
Responbility (CSR) adalah program public relations untuk melibatkan
diri mengatasi persoalan-persoalan sosial di lingkungannya.” (Kriyantono, 2012,
h.16) “CSR (ada yang menyebut sebagai Community Development atau
Filantropi/keikhlasan berbagi) adalah investasi sosial perusahaan
yang bersifat jangka panjang.” (Kriyantono, 2012, h.16)
Contoh: PT Pertamina memberikan beasiswa pendidikan, yaitu Sobat Bumi kepada para mahasiswa di beberapa universitas. Di samping memiliki tujuan berkontribusi dalam pengembangan pendidikan, pemberian beasiswa tersebut secara tidak langsung akan memberikan citra positif pada PT Pertamina tersebut.
Contoh: PT Pertamina memberikan beasiswa pendidikan, yaitu Sobat Bumi kepada para mahasiswa di beberapa universitas. Di samping memiliki tujuan berkontribusi dalam pengembangan pendidikan, pemberian beasiswa tersebut secara tidak langsung akan memberikan citra positif pada PT Pertamina tersebut.
4. Membentuk
opini publik yang favourable.
“Sikap publik
terhadap perusahaan bila diekspresikan disebut opini publik. Jadi, opini publik
ini merupakan ekspresi publik mengenai persepsi dan sikapnya terhadap
perusahaan. Ada tiga jenis opini, yaitu opini positif (mendukung atau favourable),
negatif (menentang) dan netral.” (Kriyantono, 2012, h.19)
Contoh: “... melalui penyediaan saluran komunikasi interaktif secara terus-menerus dengan publik.” (Kriyantono, 2012, h.20) maksudnya, perusahaan melalui public relationsnya menyediakan sebuah media yang dapat menghubungkan antara perusahaan dengan publiknya. Hal itu dilakukan agar perusahaan dapat mengetahui dan mengontrol opini publik.
Contoh: “... melalui penyediaan saluran komunikasi interaktif secara terus-menerus dengan publik.” (Kriyantono, 2012, h.20) maksudnya, perusahaan melalui public relationsnya menyediakan sebuah media yang dapat menghubungkan antara perusahaan dengan publiknya. Hal itu dilakukan agar perusahaan dapat mengetahui dan mengontrol opini publik.
5. Membentuk goodwill dan
kerja sama.
”Goodwill dan
kerja sama dapat terwujud karena ada inisiatif yang dilakukan berulang-ulang
oleh public relations perusahaan untuk menanamkan saling pengertian dan
kepercayaan kepada publiknya. Kemudian diikuti tindakan nyata perusahaan untuk
komitmen mewujudkan kepentingan publik.” (Kriyantono, 2012:20-21)
Contoh: Kerja sama antara perusahaan dengan masyarakat, misalnya melalui adanya event jalan sehat. Hal tersebut menunjukkan adanya kepedulian dari perusahaan kepada masyarakat. Sedangkan, masyarakat akan lebih mendukung dan welcome terhadap perusahaan tersebut.
Contoh: Kerja sama antara perusahaan dengan masyarakat, misalnya melalui adanya event jalan sehat. Hal tersebut menunjukkan adanya kepedulian dari perusahaan kepada masyarakat. Sedangkan, masyarakat akan lebih mendukung dan welcome terhadap perusahaan tersebut.
Kesimpulannya, public relations merupakan kegiatan yang
memiliki fungsi dan tujuan, yaitu membentuk citra perusahaan menjadi baik di
mata publiknya.
V.
Program Kampanye Wisata Fun Education Berbasis Sejarah di Candi Sumberawan
Candi Sumberawan
merupakan salah satu candi yang tergolong dalam cagar budaya yang terletak di
Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Kondisi saat ini, Candi
Sumberawan baru tersentuh oleh pihak Perusahaan Hutan Negara Indonesia (Perhutani)
sejak Desember 2016 sehingga promosi yang dilakukan masih belum optimal dan
belum menjadi brand equity.
Candi Sumberawan hingga
saat ini digunakan sebagai objek wisata religi. Pada umumnya, masyarakat belum
terlalu mengetahui keberadaaan Candi Sumberawan itu sendiri secara luas. Maka
dari itu perlu adanya program yang berfungsi untuk memperkenalkan Candi
Sumberawan tersebut. Oleh karena itu, kami menawarkan program kampanye fun
education berbasis wisata budaya.
Strategi yang dapat digunakan untuk memperkenalkan Candi Sumberawan pada
masyarakat luas antara lain dengan membangun berbagai fasilitas baru untuk
menambah daya tarik tempat wisata ini. Fasilitas baru tersebut dapat berupa
spot untuk pengunjung berfoto, juga membangun wisata edukasi pada Candi
Sumberawan. Setelah dilakukan pembangunan fasilitas baru, publikasi secara
masif melalui berbagai media (cetak atau elektronik) dapat dilaksanakan.
Adapun yang menjadi
keuntungan apabila Candi Sumberawan itu mulai mendapat perhatian adalah, mulai
bangkitnya kembali industri kreatif masyarakat Desa Toyomarto. Melihat fun
education berbasis wisata budaya masih tergolong sangat jarang di Malang,
program kampanye ini dapat menjadi pemantik untuk terciptanya fun education
berbasis wisata budaya di seluruh Indonesia yang notabene memiliki banyak cagar
budaya yang masih belum mampu menarik masyarakat untuk datang.
Berdasarkan tujuan
program kampanye tema yang kami angkat adalah Mensosialisasikan dan
Mengekspolrasi eksistensi wisata candi sumberawan serta mengembangkan sumber
daya manusia disekitar candi sumberawan.
Adapun Target
Sasaran Kampanye sebagai berikut:
1. Sasaran
utama adalah masyarakat terutama kalangan remaja yang menggunakan media sosial
secara aktif karena media sosial merupakan salah satu media yang efektif dalam
memperkenalkan Candi Sumberawan sehingga program kampanye ini lebih cepat
diterima masyakarat luas.
2. Siswa,
karena Candi Sumberawan ini dapat dijadikan objek karya wisata bagi sekolah –
sekolah yang berada di Malang maupun di luar Malang.
3. Keluarga,
karena dapat dijadikan objek wisata keluarga di akhir pekan.
VI.
Pembahasan
Dalam
melaksanakan program kampanye Fun Education berbasis wisata sejarah di Candi
Sumberawan, akan diterapkan formula PENCILS. Penjelasannya adalah sebagai
berikut.
1. Publikasi
Memperkenalkan
perusahaan kepada publik. Melalui kampanye program, akan dibuat tulisan yang
disebarkan ke media, newsletter artikel dalam rangka menyebarluaskan informasi
melalui berbagai media tentang aktivitas atau kegiatan-kegiatan. Untuk
mengkampanyekan program ini, kami menggunakan sarana media.Media yang menjadi
sasaran kami sebelum dan sesudah launching, yaitu:
Media massa - Jawa Pos, Radar Malang, Malang Post, Batu TV, ATV, UB TV, Malang TV, Sevenline, MFM Radio, Radio Tidar Sakti.
Computer Mediated Communication - publikasi melalui media partner seperti EventMalang via Twitter dan Instagram, InfoMalangnet via Instagram, Kampus Malang via Twitter, Explore Malang via Instagram.
Media massa - Jawa Pos, Radar Malang, Malang Post, Batu TV, ATV, UB TV, Malang TV, Sevenline, MFM Radio, Radio Tidar Sakti.
Computer Mediated Communication - publikasi melalui media partner seperti EventMalang via Twitter dan Instagram, InfoMalangnet via Instagram, Kampus Malang via Twitter, Explore Malang via Instagram.
Media massif- Brosur, pamflet, baliho, newsletter,
banner.
Pada media masa kami bekerjasama dengan cara press conference atau press release. Sedangkan pada Computer Mediated Communication bekerjasama dengan cara menyebarkan informasi melalui media online sebelum event terlaksana.
Pada media masa kami bekerjasama dengan cara press conference atau press release. Sedangkan pada Computer Mediated Communication bekerjasama dengan cara menyebarkan informasi melalui media online sebelum event terlaksana.
2.
Event
Mengorganisasi
event atau kegiatan sebagai upaya membentuk citra. Dalam program kampanye, akan
dibuat event launcing penambahan fasilitas dan spot-spot foto. Selain itu, akan
diadakan lomba mengenai brand wisata candi.
3.
News
Dalam program kampanye, akan dihasilkan tulisan
berupa press release, newsletter, berita mengenai sejarah wisata candi
Sumberawan dan bagaimana program kami dapat membuat masyarakat untuk lebih
senang berwisata ke candi dengan konsep fun education.
4. Community
Involvement Activities
Dalam hal ini, kami berusaha mengenal serta menjaga
hubungan baik (community relations dan humanity relations) dengan masyarakat
sekitar. Kami juga ingin memberdayakan masyarakat di sekitar candi yang
memiliki industri kecil yaitu industri sandal spons di sekitar Candi Sumberawan
agar lebih ter-expose dan penjualannya meningkat melalui promosi di sosial
media.
5. Identity Media
Membina hubungan dengan media diperlukan untuk
memperoleh publisitas media. Dalam hal ini, kami bekerja sama dengan berbagai
media untuk menjadi partner kami dalam meliput acara launching dan program
kampanye kami. Selain itu, media juga dapat mengangkat eksistensi Candi Sumberawan
agar semakin banyak dikunjungi wisatawan.
6. Lobbying Activity
Upaya persuasi dan negoisasi dengan berbagai pihak
kami lakukan. Diantaranya bernegosiasi dengan pihak Perhutani dan juga
bernegosiasi dengan berbagai perusahaan untuk memberikan sponsor dan meyakinkan
perusahaan menjadikan program ini sebagai CSR (Corporate Social Responsibility).
7. Social Investment
Kami membuat program kampanye yang bermanfaat bagi
kepentingan dan kesejahteraan sosial. Kegiatan ini dilakukan untuk memberitahu
masyarakat bahwa mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya memiliki
kepedulian terhadap wisata sejarah yang ada di Malang. Hal ini juga mampu
meningkatkan citra Universitas Brawijaya sebagai mahasiswa yang memiliki
kepedulian sosial yang tinggi.
Dalam mewujudkan
publisitas yang positif, program kampanye kami menerapkan strategi atau formula
PENCILS. Dengan demikian ketujuh poin tersebut saling berkaitan dan bekerja
sama untuk menghasilkan brand yang baik di mata public.
DAFTAR
PUSTAKA
Kriyantono, R.
(2012). Public Relations Writing: Teknik Produksi Media Public Relations dan
Publisitas Korporat. Jakarta: Kencana
Marston, John E. (1979). Modern Public Relations. New York:
McGrawHill.